Wednesday, June 3, 2015

cerpen judul "I will end my way with him"

I will end my way  with him
“Setelah lulus ini kamu mau kuliah dimana, Say?”
“Aku?” jawabku haru.
“Kenapa kamu? Kok kayak enggak ada tujuan?”
“Enggak apa-apa. Aku hanya….”
“Ya sudah, kita pergi aja yuk,” lanjutku untuk mengalihkan tofik pembicaraan.
“Kamu kenapa sih? Kamu sakit? Atau… kamu males jalan sama aku?”
“Enggak. Aku enggak apa-apa kok.”
“Yakin? Kalau ada masalah bilang aku, ya!”
“Iya,” jawabku sambil tersenyum.
“Ya udah, let’s get something to eat, yuk!”
“Makan?”
“Iya. Sekarang udah jam makan kali, masa kamu enggak laper?”
“Aku lapar.”
“Ayo, kita caw…,” ajak Kelvin.
“Vin,” kataku yang mencoba merangkul punggung tangan kanannya.
“Kenapa?”
“Sebentar lagi kita lulus, ya?”
“Kamu ini kalau nanya itu yang berbobot! Udah tahu mau lulus, malah ditanyain.”
“Vin, kalau aku dan kamu enggak bisa bersama gimana?”
“Maksudmu?” Tanya Kelvin, yang secara spontan langsung menghadapku.
“Ya enggak. Aku hanya ingin tahu aja apa kamu bener suka sama aku atau enggak?”
“Kok kamu nanya itu sih? Emangnya ada apa?”
“Vin, aku sempat mendengar pembicaraan orang tuaku dengan teman arisannya. Mereka sempat bilang kalau aku dan anak teman orang tuaku akan di jodohkan.”
“Apa?” kejut Kelvin, yang membuat matanya melotot tingkat atas.
✲✲✲
Kicauan burung bernyanyi meramaikan suasana pagi di warkon, Sukabumi. Aku terbangun dan membuka jendela. Hawa dingin menyergapku dan membuatku mengetatkan pelukan tanganku di dada. Masih pagi, kulihat jam dinding yang  masih menunjukkan pukul enam pagi. Sebenarnya aku sudah kesiangan, tapi aku tetap menyempatkan diriku untuk menghirup asrinya udara di pagi hari sebelum aku memulai rutinitas harianku.
Hal yang paling membahagiakan dalam diriku adalah ketika kumulai merasakan kembali suasana di pagi hari. Pagi itu adalah pembatas, pemisah, dan tanda bahwa hari kemarin telah sirna dan hari yang baru telah tiba. Ngomong-ngomong hari baru, aku jadi inget waktu pertama kali kenal Kelvin, dia itu nyebelin, lucu, baik, dan… dan dia juga perhatian.
Tiga tahun kurang lamanya aku mengenal sosok yang menjadi inspirasiku di sekolah. Namun, kini sosok itu telah pergi jauh dariku. Aku tak tahu apa sebabnya dia menjauhiku, bahkan kini dia seolah-olah tak pernah mengenalku. Hari ini adalah hari wisudaku di SMAN Sukabumi. Aku sangat berharap untuk bisa bertatap muka lagi dengan Kelvin, yang menjauh dariku tanpa kata PUTUS!
Kebetulan wisudaku tidak di laksanakan di sekolah, melainkan di Puncak, Cianjur. Karena acara ini dilaksanakan selama satu hari satu malam, aku sangat berharap untuk bisa mencari alas an kelvin yang mulai menjauh dariku.
Dekorasi saat itu sangatlah cocok dengan suasana tempat yang kami gunakan untuk pelepasan Siswa-Siswi SMAN Sukabumi. Dan semua angkatanku juga menikmati keindahan tempat itu. Kupikir ini waktu yang tepat untuk aku bisa mencari jawaban dari Kelvin, sebelum ia pergi semakin jauh dariku. Tapi, aku tak tahu dia ada dimana. Apa dia sedang di bersama temannya di kolam, pikirku.
Aku terkejut ketika temanku, Elis, mengejutkanku dari belakang badanku.
“Daaar…”
“Elis. Kamu ini bikin orang kaget aja,” kesalku.
“Lagi apa disini? Kok sendirian.”
“Lagi… lagi mau turun.”
“Mau ngapain? Mau renang?”
“Kamu lihat Kelvin, enggak?”
“Ciiee… yang nyariin someone-nya. Hahaha,” ledeknya.
“Ih, aku seirus,” nadaku semakin tinggi.
“Wow! Biasa aja kali bu. Dia ada di taman.”
“Sama siapa?”
“Sendiri.”
“Makasih, ya,” ucapku. Mencoba berlari menuju taman.
Kuterus mencari sosok yang tak pernah kutemui lagi. Sulit. Ya, sulit untuk mencari satu sosok di bayaknya sosok yang kukenali.
“Permisi. Kalian lihat Kelvin?”
“Kelvin, kayaknya dia lagi di taman sana,” jawabnya yang menunjuk kea rah kiri.
“Oke, makasi ya.”
Kuterus melanjutkan pencarianku tanpa lelah hanya demi sosok inspirasi itu.
“Kamu sedang apa di sini?” Tanya seseorang dari belakangku.
“Kelvin,” jawabku terkejut.
“Kelvin, aku ingin bicara sama kamu.”
“Tentang apa?” jawabnya yang sok simpel.
“Vin, kok kamu jauh dari aku tanpa alas an apa-apa? Kalau kamu mau menjauh dariku, aku enggak akan marah. Asalkan kamu memberi alas an yang tepat dan mungkin kamu juga harus memutuskan hubungan yang lalu,” jelasku.
“….”
“Viiin…, bisa enggak sih kamu jawab? Aku butuh kepastian darimu! Oh, ya aku tahu. Pasti kamu udah punya pacar baru yang nanti akan menjadi penemanmu setelah kelulusan ini. Selamat ya, semoga pacar barumu lebih baik dari aku yang selalu egois. Terima kasih atas pemberianmu selama aku menjadikanmu sosok inspirasiku,” ucapku yang terus menahan air mataku.
“Oh iya, hampir aja aku lupa. Tolong sampaikan pada Bundamu, aku tak bisa mampir atau bertemu lagi dengannya, dan tolong sampaikan salam saya untuknya.”
Semakin kuat amarah dan kesedihan yang kuterima, semakin tak kuasa menahan air mataku. Aku menangis deras di hadapan Kelvin.
“Ket…”
“Sudahlah! Tak ada lagi yang perlu kamu jelaskan. Aku sudah cukup kecewa,” jawabku.
Aku berlari meninggalkan Kelvin, yang masih duduk di taman.
“Ket… Ketty…” jeritnya. Ia mengejarku hingga mendapatkanku untuk berhenti dipelukannya.
Aku memberontak dari pelukan itu, namun tak bisa! Pelukan itu begitu ketat.
“Lepas! Lepaskan aku!”
“Ket,” ujar Kelvin, yang mencoba menghapus air mataku. “Andai semua isi hati ini kamu yang tahu, aku tak ingin lagi menjelaskan semua ini. Jujur, aku sangat mencintaimu.”
“Alasan!”
“Kamu enggak percaya? Perlu bukti?”
“Apa lagi yang akan kau jadikan bukti, Vin? Aku sudah cukup lelah merasakan derita yang kau berikan padaku. Kamu tak tahu seberapa kesal, kecewa, dan… sudahlah! Aku tak ingin lagi membahas semua ini. Lepaskan aku! aku tak ingin berada dalam pelukan sosok yang kini bukan milikku,” kataku yang semakin deras dalam tangis.
“Ket, bukankah kamu pernah bilang bahwa orang tuamu akan menjodohkanmu? Aku tak ingin kau mengingatku nanti setelah kau menjadi milik orang lain.” Jelasnya lembut.
“Oh, jadi hanya karena itu? Vin, cinta itu tak akan ada yang bisa memisahkannya. Dan cinta itu akan seterusnya terjadi dan tak akan berkurang. Aku ingin bahagia bersamamu! Tapi, sepertinya kamu tak lagi menyimpan rasa apapun padaku.”
“Ket, hatiku hanya untukmu! Aku tak ingin kau menjadi milik orang lain. Im very love you!”
I will end my way  with you! Jangan menolak pilihanku jika kau memang menyayangiku.”
“Ket, tapi…”
“Kamu enggak sayang sama aku. aku kecewa, Vin.”
Air mataku semakin deras. Amarahku semakin merasuk. Suhu tubuhku tak bisa terkalahkan lagi oleh dinginnya suasana Puncak.  Ingin rasanya aku mengakhiri hidupku di hadapannya. Tapi tak mungkin!
I will end my way with you too. Dan aku harap kau bisa selalu bersamaku selamanya dan menjadi penyemangatku. Tapi, maslahnya apa orang tuamu akan merstui hubungan ini? Sedangkan aku khawatir kamu akan dijodohkan denga orang lain.”
“Vin, jika kau yakin aku akan menjadi apa yang kau yakini.”
“Tapi, aku ingin kuliah dulu.”
“Lamarlah aku sebelum kamu pergi ke Jawa, untuk kuliah. Karena aku pun akan kuliah di sana bersamamu dalam fakultas yang berbeda.”
“Are you sure?”
“Aku sangat menyayangimu, Vin. Aku tak ingin hubungan kita yang sudah hampir tiga tahun ini berakhir begitu saja.”
“Ket, kamu jangan nangis lagi ya! Aku berjanji akan mengakhiri jalan hidupku bersmamu.”
“Janji.”
The End





0 comments:

Post a Comment

 
;