Tuesday, April 19, 2016

contoh makalah linguistik Umum; Pengertian Masyarakat, Bahasa dan Variasi Bahasa



LINGUISTIK UMUM

Pengertian Masyarakat, Bahasa dan Variasi Bahasa

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Linguistik Umum

Dosen Pengampu : Donna Aji Karunia P.M.A
 

Oleh :

Fatmah Hapirotul A.               (11150130000031)
Risnawati                                (11150130000021)
Rizka Amalia Yahya               (11150130000042)
Windi Atika                           (11150130000006)



Kelas : PBSI 1A




PENDIDIKAN BAHASA DAN SATRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013



























KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.,
Bismillahirrahmanirrahim.,
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Kuasa penggenggam alam semesta, Zat Yang Maha Sempurna yang telah memberikan segala rahmat, hidayah dan anugerah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktunya. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tak lupa kepada para keluarga, sahabat, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah yang dibuat dengan judul Masyarakat, Bahasa dan Variasi bahasa” ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Linguistik Umum. Penyusun menyadari bahwa tersusunnya makalah ini atas bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, maka izinkanlah penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Tiada gading yang tak retak, begitu dengan penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis berharap kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk penulisan berikutnya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.,

Ciputat, 04 Desember 2015

Penyusun















LAMPIRAN.. 14




 

 







BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia mempunyai lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga sering kali membingungkan. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah, pengertian bahasa hanya diartikan sebagai “alat komunikasi” yang sebenarnya itu adalah fungsi dari bahasa. Jadi jika ada pertanyaan “apa itu bahasa ?” maka jawabannya harus berkenaan dengan sosok bahasa itu sendiri, bukan tentang fungsinya. Memang wajar jika hal itu terjadi karena bahasa itu adalah fenomena sosial yang banyak seginya. Dan segi fungsi tampaknya segi yang paling menonjol diantara segi-segi yang lainnya. Oleh karena itu tidak heran kalau banyak pakar yang membuat definisi tentang bahasa dengan pertama-tama menonjolkan segi fungsinya.
Masalah lain yang berkenaan dengan pengertian bahasa adalah bilamana sebuah tuturan disebut bahasa, yang berbeda dengan bahasa lainnya, dan bilamana hanya dianggap suatu varian dari bahasa. Seperti bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia. Apakah dua bahasa itu sama atau sama atau itu hanya sebuah varian dari bahasa itu sendiri. Timbul banyak pertanyaan  mengenai masalah tersebut. Dan hingga kini belum ada yang bisa memastikan berapa jumlah yang ada di dunia, begitu juga bahasa yang ada di Indonesia.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut.
1.      Apa pengertian dari bahasa ?
2.      Apa saja fungsi dari bahasa ?
3.      Apa arti yang sesungguhnya dari masyarakat bahasa ?
4.      Apa saja variasi bahasa ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui ruang lingkup yang terdapat dalam bahasa.
2.       Untuk mengetahui apa saja fungsi dari bahasa
3.      Untuk mengetahui arti yang sesungguhnya dari masyarakat bahasa.
4.      Untuk mengetahui apa saja macam-macam dari variasi bahasa
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bahasa

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana 1983 dan  Djoko Kentjono 1982).[1]
Dalam linguistik bahasa mempunyai arti sebagai suatu sistem tanda bunyi yang disepakati untuk diergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri.[2] Selain pengertian diatas,  bahasa  juga dapat diartiakan dalam beberapa aspek yaitu, sebagai berikut :
1.      Bahasa dalam artian sebuah sistem  yaitu bahwa bahasa adalah suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa kata. Bahasa bukanlah suatu system yang tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem. Yakni subsistem fonologi, subsistem gramatiaka, subsistem leksikon.
2.      Bahasa adalah sistem tanda, yakni setiap bahasa pastilah mempunyai makna yang menegaskan bahwa bahasa itu berkaitan dengan segala aspek kehidupan dalam masyarakat.
3.      Bahasa adalah system bunyi  yang pada dasarnya bahasa itu berupa bunyi. Orang dapat berbahasa tanpa mengenal tulisan.
4.      Bahasa sesuai kesepakatan, pemaknaan bahasa tergantung dengan kesepakatan masyarakat yang akan menggunakan bahasa itu sendiri.
5.      Bahasa bersifat produktif, dalam artian bahasa dapat terus bekembang dan menghasilkan kata-kata baru sesuai dengan perkembangan jaman.
6.      Bahasa bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ke khasan nya sendiri yang tidak dikenal dalam bahasa lain.
7.      Bahasa bersifat universal , yaitu adanya sifat yang sama yang terdapat di daerah yang satu dan daerah yang lainnya.
8.      Bahasa mempunyai variasi-variasi, dalam hal ini setiap orang mempunyai kepribadian sendiri yang terlihat dari bahasanya, setiap orang mempunyai idioleknya masing-masing.
9.      Bahasa sebagai pengidentifikasian diri. Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol.
10.  Bahasa mempunyai fungsi yang tergantung pada faktor-faktor siapa, kepada siapa, tentang siapa, di mana, bilamana, berapa lama, untuk apa, dana dengan apa bahasa itu diujarkan.



B.     Fungsi bahasa
Bahasa memiliki fungsi yang beragam. Sebelum disajikan bermacam-macam fungsi bahasa oleh banyak pakar bahasa, harus ditegaskan terlebih dahulu bahwa fungsi bahasa yang paling utama adalah fungsi komuninkasi dan interaksi.
Menurut, Halliday, linguis sangat ternama menuliskan tujuh fungsi bahasa lewat karyanya yang berjudul “Explorations in the Functions of language”. Ketujuh fungsi bahasa itu dapat disebutkan sebagai berikut: (1) fungsi instrumental, (2) fungsi regulasi, (3) fungsi representasional, (4) fungsi interaksional, (5) fungsi personal, (6) fungsi heuristic, (7) fungsi imaginatif.
Adapun yang dimaksud dengan fungsi instrumental bahasa adalah bahwa bahasa itu dapat digunakan untuk melayani lingkungannya. Bahasa juga dapat digunakan untuk menyebabkan terjadinya peristiwa tertentu. Jadi, dengan bahasa dapat dihasilkan tindakan-tindakan komunikatif tertentu yang juga akan menghasilkan kondisi-kondisi komunikasi tertentu pula. Selanjutnya yang dimaksud dengan fungsi regulative adalah bahwa entitas bahasa itu dapat digunakan untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa tertentu dalam masyarakat.
Fungsi representasional adalah fungsi bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan peristiwa, melaporkan sesuatu, dan seterusnya. Jadi fungsi representasional bahasa ini bersifat menggambarkan sesuatu. Adapun yang dimaksud dengan fungsi interaksional bahasa adalah bahwa bahasa itu bisa digunakan untuk menjamin terjadinya interaksi, memantapkan kkomunikasi, dan mengukuhkan komunikasi dan interaksi antarwarga masyarakat itu sendiri.
Fungsi personal bahasa adalah bahwa bahasa itu dapat digunakan untuk mengekspresikan maksud-maksud pribadi atau personal, menyatakan emosi, untuk mengungkapkan perasaan dan maksud-maksud personal lainnya. Selanjutnya fungsi heuristik bahasa berkaitan erat dengan kegunaan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, mencari ilmu, mengembangkan teknologi, dan menyampaikan rumusan-rumusan yang bersifat pertanyaan. Biasanya digunakan dalam pembuatan karya ilmiah.
Adapun fungsi bahasa yang terakhir, yakni fungsi imajinatif adalah fungsi bahasa yang berkenaan dengan penciptaan imajinasi. Biasanya difungsikan atau digunakan untuk mendongeng, membuat cerita, menciptakan khayalan, mimpi dan seterusnya.
Nah, dengan fungsi imajinatif inilah orang bisa pergi berpetualang ke awing-awang, bersastra dengan segala keindahannya, dan pada akhirnya akan sampai pada keindahan entitas bahasa yang digunakan untuk terbang ke awing-awang itu sendiri.
Dari ketujuh fungsi diatas, Tarigan (1993) merangkumnya menjadi ‘Sapta Guna Bahasa’. Tarigan menyebut sepuluh fungsi bahasa dalam kaitan dengan perkembangan sistem komunikasi pada anak-anak. Wood menyebutkan bahwa pada anak usia 9-16 bulan fungsi-fungsi bahasa yang dapat ditemukan adalah (1) fungsi regulais, (2) fungsi instrumental, (3) fungsi interaksional, (4) fungsi heuristik, (5) fungsi personal, (6) fungsi imajinatif. Kemudian pada seorang yang berusia 16-24 bulan, fungsi-fungsi bahasa yang muncul adalah (1) fungsi pragmatik, (2) fungsi matetik.
Menurutu Stephen C. Levinson menyebutkan bahwa fungsi bahasa secara berturut-turut adalah sebagai berikut : (1) fungsi referensial, (2) fungsi emotif, (3) fungsi konatif, (4) fungsi metalinguistik, (4) fungsi fatik dan (5) fungsi puitik.[3]
         
1.       Fungsi bahasa secara umum

Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam masyarakat ada komunikasi antar anggota atau mayarakat, untuk keperluan itu digunakan yang namanya Bahasa. Dengan demikian semua orang memiliki bahasa tersebut. Dan tidak ada orang yang tidak menggunakan bahasa.
Ada tiga persoalan dalam bahasa Indonesia yang dikemukakan oleh Kang En, yaitu (1) masalah kata sapaan, (2) masalah kala, (3) masalah salam.
1.      Masalah kata sapaan
Menurut Kang En bahwa kata sapaan formal dalam bahasa Indonesia seperti “Bapak”, “Ibu”, dan “Saudara” ternyata meminjam dari perbendaharaan kata yang menyatakan hubungan kekerabatan/family, yaitu “bapak”, “ibu”, dan “saudara”. Hal ini tampaknya ada suatu dampak yang signifikan, yakni mengakibatkan masyarakat pemakainya memiliki sifat familier dan nepotis.



2.      Masalah kala (tenses)
Bahasa Indinesia sebagai bahasa tipe aglutinatif memang tidak mengenal tenses (kala). Hal ini telah mengakibatkan  masyarakat kurang menghargai waktu dan kurang pedulli terhadap waktu. Kenyataannya memang sudah ada pada masyarakat, seperi jam karet yang hampir merupakan budaya bangsa.
3.      Masalah salam
Salam kita yang paling populer adalah “Apa kabar?” atau “Halo, apa kabar?” yang menjadi persoalan ialah, samakah perilaku bangsa yang mengunakan salam “Apa kabar?” dengan perilaku yang banga yang menggunakan salam “How do yo do?” dampak pemakaian kata “do” tampaknya berbeda dengan dampak pemakaian kata “apa kabar”. Kata “do” memiliki sugesti kepada penuturannya yang berbuat sesuatu, sedangkan “apa kabar” memiliki sugesti pada penuturannya untuk “memburu berita”. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan, apakah ini merupakan bukti bahwa perilaku bangsa ditentukan oleh perilaku bahasanya, khususnya dalam mengucapan atau penggunaan salam? Jawabannya hal ini harus diteliti lebih lanjut agar bisa diketahui kebenarannya, ya atau tidak.[4]
2.      Fungsi khusus
Roman Jakobson telah membagi fungsi bhasa atas enam macam, yaitu fungsi emotif,  konatif, referensial, puitik, fatik dan metalingual.
Fungsi emotif itu biasanya dipakai untuk mengungkapkan rasa gembira, sedih, kesal, kagum, dan sebagainya. Fungsi referensial biasanya untuk membicarakan suatu topic tertentu. Jika kita menyampaikan pesan atau amanah itu terlibat kedalam fugsi puitik.
Fungsi fatik digunakan sekedar untuk mengadakan kontak dengan orang lain. Seperti orang jawa apabila bertemu atau berpasangan dengan orang yang sudah dikenal, selalun menggunakan fungsi fatik ini, dengan ucapan “Mangga” yang maknanya ‘mepersilahkan’. Apabila yang dibicarakan masalah bahasa adalah hal menggunakan bahasa tertentu, maka fungsi bahasa disebut metalingual. Selanjutnya, apabila bahasa yang digunakan bertumpu pada lawan tutur, misalnya agar lawan bicara kita brsikap atau  berbuat sesuatu, maka fungsi bahasa ini disebut konatif.
Dell Hymes mengembangkan fungsi-fungsi bahasa yang pada prinsipnya merupakan rincian dari fungsi bahasa yang telah dikemukakan di depan. Diantaranya adalah:
1.      Unttuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial. Misalnya, menulis surat lamaran, mengajukan permohonan, meminta izin, dan sebagainya.
2.      Untuk menyampaikan pengalaman tentang keindahan, kebaikan, keluhuran budi, keagungan, dan sebagainya.
3.      Untuk mengatur kontak sosial. Misalnya; tegur sapa, salam.
4.      Untuk mengatur perilaku atau perasaan diri sendiri. Seperti; berdoa, menghitung, dan sebagainya.
5.      Untuk mengatur perilaku atau perasaan orang lain. Seperti; melawak, memerintah, mengancam, dan sebagainya.
6.      Untuk menyampaikan perasaan kita. Seperti; memaki, memuji, menyeru.
7.      Untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain.
8.      Untuk menguraikan tentang  bahasa. Seperti tentang morfem, fonem, alomorf, alofon, frasa, klausa dan sebagainya.
9.      Untuk menghindarkan diri dengan cara mengungkapkan keberatan dan alasan.

C.     Masyarakat Bahasa
Apakah yang dimaksud dengan masyrakat bahasa ? masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa atau menganggap diri mereka memakai bahasa yang sama. Frase ‘merasa atau menganggap diri’ perlu di tekankan disini, karena dari kenyataan sehari-hari sering kita jumpai adanya anggapan masyarakat mengenai bahasa yang berbeda dengan konsep yang linguistis mengenai hal yang sama. Bahasa dairi dan bahasa pak-pak yang terdapat di sumatera utara misalnya secara linguistis adalah satu bahasa yang sama ; tata bunyi, tata bahasa, dan leksikonnya sama. Tetapi bahasa di sana menganggapnya sebagai dua bahasa yang berbeda.
Menurut pengertian di atas, mereka membentuk dua masyarakat bahasa yang berbeda : masyarakat dairi dan masyarakat bahasa pakpak, sedangkan kita orang-orang Indonesia dari sabang sampai merauke, menganggap bahwa kita menganggap bahwa kita memakai bahasa yang sama, bahasa Indonesia. Dengan sendirinya kita membentuk satu masyarakat bahasa yang sama, masyarakat bahasa Indonesia.Pokok pembicaraan sosiolinguistik adalah hubungan antara bahasa dengan penggunaannya di dalam masyarakat hubungan yang bagaimanakah yang terdapat di antara bahasa dengan masyarakat itu ? jawabannya adalah adanya hubungan antara bentuk-bentuk bahasa tertentu, yang disebut variasi, ragam atau dialek dengan penggunaannya untuk fungsi-fungsi tertentu di dalam masyarakat.
Untuk melihat adakah hubungan antara kebangsawanan dan bahasa, kita ambil contoh masyarakat tutur bahasa jawa. Pihak yang tingkat sosialnya lebih rendah menggunakan tingkat bahasa yang lebih tinggimenggunakan tingkat bahasa yang lebih rendah, yaitu ngoko. Variasi bahasa yang yang penggunaannya didasarkan pada tingkat-tingkat sosial ini dikenal dalam bahasa jawa dengan istilah undak usuk. Sehubungan dengan istilah undak usuk ini bahasa jawa terbagi menjadi dua, yaitu krama untuk tingkat tinggi dan ngoko untuk tingkat rendah.[5]
Sudah menjadi sifat bahasa yang hidup yang dipakai oleh para anggota masyarakat bahasa sebagai alat komunikasi mereka, bahwa sudah dikatakan bahwasanya bahasa mempunyai variasi-variasi. Variasi-variasi bahasa ini dapat dibeda-bedakan menurut pemakainya dan menurut pemakaiannya.
1.      Dialek
Variasi bahasa menurut pemakaiannya disebut dialek. Kata “ pemakai “ dalam batasan ini mengisyaratkan pada : siapa pemakai bahasa yang bersangkutan dan dari mana asalnya atau daerahnya. Dalam hal yang pertama, kita mencatat adanya sekelompok anggota masyarakat yang karena sifat hubungannya yang khusus misalnya : montir mobil, dokter, ulama, pedagang, menggunakan struktur kalimat, pilihan kata, dan kadang-kadang juga struktur fonologis tertentu yang merupakan variasi dari bahasa yang dipakai secara umum. Variasi semacam ini disebut sosial atau sosiolek.
2.      Ragam
Variasi bahasa menurut pemakaiannya disebut ragam atau register. Ragam dapat dibedakan menurut bidang (field), cara (mode), dan gaya (style) penuturannya.
a)      Bidang peraturan menunjuk pada pemakaian bahasa dalam bidang tertentu.
b)      Cara penuturan menunjuk cara pemakaian bahasa: bahasa lisan disampaikan dengan cara yang berbeda dengan bahasa tertulis.
c)      Gaya penuturan menunjuk pada pemakaian bahasa menurut hubungan antara partisipan atau peserta dalam pembicaraan.

3.      Aturan-aturan sosial bahasa
Apa yang diuraikan pada ragam dan dialek di atas merupakan aturan-aturan bahasa yang bersifat sosial yang harus kita perhatikan setiap kali kita melakukan komunikasi bahasa. Kita harus tau kapan, di mana, tentang apa, dan dengan siapa kita berbicara, misalnya: Imran dan fauziah, dua orang kakak beradik, keduanya mahasiswa tarbiyyah dan keguruan, sehari-harinya, kapan saja, dimana saja selalu berbahasa jawa satu kepada yang lain. Tetapi, pada waktu mereka berbicara tentang bidang linguistic, mereka tidak lagi berbahasa jawa, tetapi berbahasa Indonesia atau berbahasa jawa dan Indonesia sekaligus.

4.      Dialektologi
Studi mengenai dialek 1 mulai berkembang pada abad XIX di eropa barat. Perhatian para ahli dialektologi mula-mula dipusatkan pada bentuk-bentuk ujaran yang tidak ‘baku’ yang ada dalam suatu masyarakat bahasa. Mereka mencoba memetakan ciri-ciri ucapan, tata bahasa, dan leksikon dalam bentuk isogloss, yakni batas geografis suatu dialek. Tentu saja, karena bahasa mempunyai variasi-variasi, kita harus ingat bahwa batas antara wilayah suatu dialek dengan dialek lain sukar ditetapkan secara pasti. Isogloss itu merupakan penyederhanaan dari kenyataan yang sebenarnya.[6]

5.      Sentuh bahasa
Dimana-mana di dunia ini banyak terdapat masyrakat bahasa yang bertemu, hidup bersama-sama dengan, dan berpengaruh terhadap masyrakat bahasa lain. Keadaan semacam ini menimbulkan apa yang disebut sentuh bahasa  atau kontak bahasa. Ciri yang menonjol pada sentuh bahasa ini adalah terdapatnya kedwibahasaan (bilingualism) atau keanekabahasaan (multilingualism). Indonesia adalah salah satu contoh Negara aneka bahasa. Dalam masyarakat bahasa seperti Indonesia ini, anggota-anggota masyarakat bahasa Indonesia cenderung untuk menguasai dua bahasa atau lebih sekaligus, baik sepenuhnya maupun sebagian, di samping mereka yang hanya menguasai satu bahasa saja.


6.      Kedwibahasaan
Jika kita menyimak kepustakan yang menyangkut masalah kedwibahasaan, akan terlihat pada kita akan adanya beberapa pengertian tentang kedwibahasaan. Mula-mula leonard bloomfield (1955) mengartikan kedwibahasaan sebagai penguasaan (seseorang) yang sama baiknya atas dua bahasa. Kemudian oleh Uriel Weinreich ( 1968 ) kedwibahasaan diartikan sebagai pemakaian dua bahasa (oleh seseorang) secara  bergantian, sedangkan Einar Haugen (1966) mengartikannya sebagai kemampuan (seseorang) menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain. Perbedaan pengertian mengenai kedwibahasaan itu disebabkan oleh sukarnya menentukan pada batas mana seseorang menjadi dwibahasawan.

7.      Diglosia
Dalam beberapa masyarakat ekabahasa kadang-kadang terdapat pembedaan fungsi pemakaian variasi-variasi bahasa. Pembedaan fungsi ini didasarkan pada hal-hal yang bersifat sosial dan bernilai budaya. Di antara para warga masyarakat terdapat semacam kesepakatan bahwa suatu variasi bahasa tertentu mempunyai status “tinggi’ (disingkat: T), sedangkan variasi yang lain “rendah” (disingkat: R). variasi bahasa  T dipakai dalam situasi-situasi resmi seperti dalam khotbah, dalam surat-surat resmi, dan dalam siaran radio. Variasi ini dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah.

8.      Bahasa dan kebudayaan
Salah satu di antara banyak definisi kebudayaan adalah “keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar,dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan bermasyrakat “ (koentjaraningrat, 1974). Kebudayaan dapat dibagi lagi menjadi unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal, artinya unsur kebudayaan itu ada dalam semua masyarakat di dunia ini. Unsur kebudayaan itu adalah
a)      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia.
b)      Mata pencarian hidup.
c)      Sistem kemasyrakatan.
d)     Bahasa.
e)      Kesenian.
f)       Sistem pengetahuan.
g)      Religi

D.    Variasi Bahasa
Ada beberapa variasi bahasa yang kita kenal yaitu :
A. Variasi Kronologis
        Variasi ini disebabkan oleh faktor keurutan waktu atau masa. Prbedaan pemakaian bahsa mengakibatkan perbedaan wujud pemakaian bahasa. Wujud nyata pemakaian bahasanya dinamakan kronolek. Contoh kronolek bahasa Jawa :
(1) Bahasa Kawi/Jawa Kuno          : pada masa sebelum akhir Majapahit
(2) Bahasa Jawa Tengahan             : pada masa akhir Majapahit.
(3) Bahasa Jawa Baru                     : pada masa sekarang.
B. Variasi Geografis
        Disebabkan oleh perbedaan geografis atau faktor regional, oleh karena itu sering disebut variasi regional. Subdisiplin linguistik yang mempelajari bidang ini disebut dialektolog. Akan tetapi dialektologi diberi arti yang lebih luas yakni subdisiplin linguistik yang mempelajari dialek regional dan dialek sosial sekaligus.
C. Variasi Sosial
     Disebabkan oleh perbedaan sosiologis, realisasi variasi sosial ini berupa sosiolek. Beberapa macam sosiolek antara lain sebagai berikut:
1.    Akrolek    : realisasi variasi bahasa yang dipandang lebih tinggi dari varietas-varietas yang lain.
2.    Basilek     : dipandang kurang bergengsi atau dipandang rendah.
3.    Vulgar      : wujud variasi bahasa yang ciri-cirinya menunjukan pemakaian bahasa oleh penutur yan kurang terpelajar atau dikalangan orang-orang bodoh.
4.    Slang        : bersifat khusus dan rahasia.
5.    Kolokial   : bahasa percakapan sehari-hari dalam situasi tidak resmi atau bahasa yang biasanya dipergunakan oleh kelompok sosial kelas bawah.
6.    Jargon       : pemakaiannya terbatas pada kelompok-kelompok sosial tertentu.
7.    Argot        : pemakaiannya terbatas pada profesi-profesi tertentu yang bersifat rahasia.
8.    Ken (cant)            : dipakai ileh kelompok sosial tertentu dengan lagu yang dibuat-buat supaya menimbulkan kesan.


           D. Variasi Fungsional
Variasi ini disebabkan oleh perbedaan fungsi pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa dengan pokok pembicaraan khusus dan dengan modus atau cara yang khusus didalam dunia sosiolinguistik dikenal dengan istilah register. Dengan demikian register tercakup dalam lingkup sosiolek dalam arti yang lebih luas. Beberapa register yang dapat disebut di sini antara lain :

1)       Bahasa untuk khotbah,
2)       Bahasa tukang jual obat,
3)       Bahasa reportase,
4)       Bahasa warta berita,
5)       Bahasa MC/pewara, dan lain-lain.
E. Variasi Gaya/Style
Variasi ini disebabkan oleh perbedaan gaya. Mario Pei mengemukakan adanya lima gaya yakni : (1) gaya puisi, (2) gaya prosa, (3) gaya ujaran baku, (4) gaya kolokial atau gaya percakapan kelas endah, dan (5) gaya vulgar dan slang. Sedangkan Martin Joos membedakan lima gaya didalam bukunya “The Five Clocks” yakni :
1.      Gaya Frozen         : disebut gaya baku sebab bentukna tidak pernah berubah dari masa ke masa dan oleh siapapun penuturnya.
2.      Gaya Formal        : disebut gaya baku.
3.      Gaya Konsultatif : disebut juga gaya setengah resmi atau gaya usaha.
4.      Gaya Kasual         : disebut juga gaya informal atau santai.
5.      Gaya Intim           : disebut gaya akrab karena bisa dipergunakan oleh para penutur dan hubungannya sudah amat akrab.
F. Variasi Kultural
          Variasi ini disebabkan oleh perbedaan budaya masyarakat pemakaiannya. Suatu bahasa kadang-kadang mengalami perubahan dengan masuknya budaya lain. Varietas yang termasuk sebagai variasi kultural ini sebagai berikut :
1.    Vernakuler           : bahasa asli penduduk pribumi disuatu wilayah.
2.    Pidgin                   :kosakkatanya merupakan struktur campuran sebagai akibat percampuran dua budaya yang bertemu.
3.    Kreol (creol)         : sudah berlangsung turun temurun sehingga kosakkatanya menjadi mantap.
4.    Linguafranca        : diangkat oleh para penutur yang berbeda budayanya untuk dipakai bersama-sama sebagai alat komunikasi.
Didalam sejarah ada bahasa ciptaan seseorang yang direncanakan sebagai alat komuikasi antarbangsa atau mereka sebut sebagai bahasa dunia, bahasa-bahasa tersebut adaalah Volapuk, Esperento, dan Interlingua.
G. Variasi Individual
Variasi ini disebabkan oleh perbedaan perorangan. Wujud varietasnya dinamakan idiolek. Setap individu penutur memiliki ciri tuturan yang berbeda dengan penutur lain. Contoh idiolek yang jelas ialah perwayangan yang dikenal dengan istiah “antarwacana”. Didalam ”antarwacana” itu dengan mudah kita kenal ciri-ciri tuturan Kresna, Wrekudara, Sangkuni, Lesmana Mandukumara, Semar, Gareng, Petruk, Bagong, dan sebagainya.[7]







[1] Abdul Chaer, Linguistik Umum.(Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2012). Hlm.32.
[2] Kushartanti, Untung Yuwono, dkk. Pesona Bahasa. (Jakarta: PT. SUN Printing, 2005). Hlm.3.
[3] Prof.Dr. Achmad HP, dll, Linguistik Umum (Jakarta: Erlangga 2013) Hlm.6.
[4] Soeparno, Dasar-dasar Linguistik umum (Yogyakarta; oktober 2013) Hlm.
[5] Djoko kentjono , Dasar-dasar Linguistik umum (Universitas Indonesia: 1990) Hlm.40.
[6] Ibid
[7] Soeparno. Dasar-dasar linguistik umum .(Tiara Wacana : Yogyakarta, 2002).Hlm 71-78.

1 comments:

Blog27999 said...

According to Stanford Medical, It's indeed the SINGLE reason women in this country live 10 years more and weigh on average 42 pounds lighter than we do.

(And actually, it is not about genetics or some secret-exercise and really, EVERYTHING related to "how" they eat.)

P.S, I said "HOW", and not "what"...

TAP on this link to uncover if this brief test can help you unlock your true weight loss possibility

Post a Comment

 
;