LINGUISTIK UMUM
Pengertian Masyarakat, Bahasa dan Variasi Bahasa
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Linguistik Umum
Dosen
Pengampu : Donna Aji
Karunia P.M.A
Oleh
:
Fatmah Hapirotul A. (11150130000031)
Risnawati (11150130000021)
Rizka Amalia Yahya (11150130000042)
Windi Atika (11150130000006)
Kelas
: PBSI 1A
PENDIDIKAN BAHASA DAN
SATRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.,
Bismillahirrahmanirrahim.,
Segala puji bagi Allah
SWT Yang Maha Kuasa penggenggam alam semesta, Zat Yang Maha Sempurna yang telah
memberikan segala rahmat, hidayah dan anugerah-Nya kepada penyusun, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktunya. Salawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tak lupa kepada para
keluarga, sahabat, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah yang dibuat
dengan judul ”Masyarakat, Bahasa dan Variasi bahasa” ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Linguistik Umum. Penyusun menyadari bahwa
tersusunnya makalah ini atas bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun
tidak langsung, maka izinkanlah penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Tiada gading yang tak retak, begitu
dengan penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari penulisan makalah ini masih
banyak kekurangannya, sehingga penulis berharap kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk penulisan berikutnya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita.
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.,
Ciputat,
04 Desember 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kata bahasa dalam bahasa
Indonesia mempunyai lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga sering kali
membingungkan. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah, pengertian bahasa
hanya diartikan sebagai “alat komunikasi” yang sebenarnya itu adalah fungsi
dari bahasa. Jadi jika ada pertanyaan “apa itu bahasa ?” maka jawabannya harus
berkenaan dengan sosok bahasa itu sendiri, bukan tentang fungsinya. Memang
wajar jika hal itu terjadi karena bahasa itu adalah fenomena sosial yang banyak
seginya. Dan segi fungsi tampaknya segi yang paling menonjol diantara segi-segi
yang lainnya. Oleh karena itu tidak heran kalau banyak pakar yang membuat
definisi tentang bahasa dengan pertama-tama menonjolkan segi fungsinya.
Masalah lain yang berkenaan dengan pengertian bahasa adalah bilamana
sebuah tuturan disebut bahasa, yang berbeda dengan bahasa lainnya, dan bilamana
hanya dianggap suatu varian dari bahasa. Seperti bahasa Malaysia dan bahasa
Indonesia. Apakah dua bahasa itu sama atau sama atau itu hanya sebuah varian
dari bahasa itu sendiri. Timbul banyak pertanyaan mengenai masalah tersebut. Dan hingga kini
belum ada yang bisa memastikan berapa jumlah yang ada di dunia, begitu juga
bahasa yang ada di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan dari latar belakang di atas
adalah sebagai berikut.
1.
Apa pengertian dari bahasa ?
2.
Apa saja fungsi dari bahasa ?
3.
Apa arti yang sesungguhnya dari masyarakat bahasa ?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui ruang lingkup yang terdapat dalam bahasa.
2.
Untuk mengetahui apa
saja fungsi dari bahasa
3.
Untuk mengetahui arti yang sesungguhnya dari masyarakat bahasa.
4.
Untuk mengetahui apa saja macam-macam dari variasi bahasa
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bahasa
Bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial
untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana 1983
dan Djoko Kentjono 1982).[1]
Dalam linguistik bahasa
mempunyai arti sebagai suatu sistem tanda bunyi yang disepakati untuk
diergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu untuk bekerja sama,
berkomunikasi dan mengidentifikasi diri.[2] Selain
pengertian diatas, bahasa juga dapat diartiakan dalam beberapa aspek
yaitu, sebagai berikut :
1.
Bahasa
dalam artian sebuah sistem yaitu bahwa
bahasa adalah suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa kata. Bahasa bukanlah
suatu system yang tunggal, melainkan terdiri dari beberapa subsistem. Yakni
subsistem fonologi, subsistem gramatiaka, subsistem leksikon.
2.
Bahasa
adalah sistem tanda, yakni setiap bahasa pastilah mempunyai makna yang
menegaskan bahwa bahasa itu berkaitan dengan segala aspek kehidupan dalam
masyarakat.
3.
Bahasa
adalah system bunyi yang pada dasarnya
bahasa itu berupa bunyi. Orang dapat berbahasa tanpa mengenal tulisan.
4.
Bahasa
sesuai kesepakatan, pemaknaan bahasa tergantung dengan kesepakatan masyarakat
yang akan menggunakan bahasa itu sendiri.
5.
Bahasa
bersifat produktif, dalam artian bahasa dapat terus bekembang dan menghasilkan
kata-kata baru sesuai dengan perkembangan jaman.
6.
Bahasa
bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ke khasan nya sendiri yang tidak
dikenal dalam bahasa lain.
7.
Bahasa
bersifat universal , yaitu adanya sifat yang sama yang terdapat di daerah yang
satu dan daerah yang lainnya.
8.
Bahasa
mempunyai variasi-variasi, dalam hal ini setiap orang mempunyai kepribadian
sendiri yang terlihat dari bahasanya, setiap orang mempunyai idioleknya
masing-masing.
9.
Bahasa
sebagai pengidentifikasian diri. Bahasa adalah ciri pembeda yang paling
menonjol.
10. Bahasa mempunyai fungsi yang
tergantung pada faktor-faktor siapa, kepada siapa, tentang siapa, di mana,
bilamana, berapa lama, untuk apa, dana dengan apa bahasa itu diujarkan.
B.
Fungsi bahasa
Bahasa memiliki fungsi
yang beragam. Sebelum disajikan bermacam-macam fungsi bahasa oleh banyak pakar
bahasa, harus ditegaskan terlebih dahulu bahwa fungsi bahasa yang paling utama
adalah fungsi komuninkasi dan interaksi.
Menurut, Halliday,
linguis sangat ternama menuliskan tujuh fungsi bahasa lewat karyanya yang
berjudul “Explorations in the Functions of language”. Ketujuh fungsi bahasa itu
dapat disebutkan sebagai berikut: (1)
fungsi instrumental, (2) fungsi regulasi, (3) fungsi representasional, (4)
fungsi interaksional, (5) fungsi personal, (6) fungsi heuristic, (7) fungsi
imaginatif.
Adapun yang dimaksud
dengan fungsi instrumental bahasa adalah bahwa bahasa itu dapat digunakan untuk
melayani lingkungannya. Bahasa juga dapat digunakan untuk menyebabkan
terjadinya peristiwa tertentu. Jadi, dengan bahasa dapat dihasilkan
tindakan-tindakan komunikatif tertentu yang juga akan menghasilkan
kondisi-kondisi komunikasi tertentu pula. Selanjutnya yang dimaksud dengan
fungsi regulative adalah bahwa entitas bahasa itu dapat digunakan untuk
mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa tertentu dalam masyarakat.
Fungsi representasional
adalah fungsi bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan
fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan peristiwa, melaporkan sesuatu, dan
seterusnya. Jadi fungsi representasional bahasa ini bersifat menggambarkan
sesuatu. Adapun yang dimaksud dengan fungsi interaksional bahasa adalah bahwa
bahasa itu bisa digunakan untuk menjamin terjadinya interaksi, memantapkan
kkomunikasi, dan mengukuhkan komunikasi dan interaksi antarwarga masyarakat itu
sendiri.
Fungsi personal bahasa
adalah bahwa bahasa itu dapat digunakan untuk mengekspresikan maksud-maksud
pribadi atau personal, menyatakan emosi, untuk mengungkapkan perasaan dan
maksud-maksud personal lainnya. Selanjutnya fungsi heuristik bahasa berkaitan
erat dengan kegunaan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, mencari ilmu,
mengembangkan teknologi, dan menyampaikan rumusan-rumusan yang bersifat pertanyaan.
Biasanya digunakan dalam pembuatan karya ilmiah.
Adapun fungsi bahasa
yang terakhir, yakni fungsi imajinatif adalah fungsi bahasa yang berkenaan
dengan penciptaan imajinasi. Biasanya difungsikan atau digunakan untuk
mendongeng, membuat cerita, menciptakan khayalan, mimpi dan seterusnya.
Nah, dengan fungsi
imajinatif inilah orang bisa pergi berpetualang ke awing-awang, bersastra
dengan segala keindahannya, dan pada akhirnya akan sampai pada keindahan
entitas bahasa yang digunakan untuk terbang ke awing-awang itu sendiri.
Dari ketujuh fungsi
diatas, Tarigan (1993) merangkumnya menjadi ‘Sapta
Guna Bahasa’. Tarigan menyebut sepuluh fungsi bahasa dalam kaitan dengan
perkembangan sistem komunikasi pada anak-anak. Wood menyebutkan bahwa pada anak
usia 9-16 bulan fungsi-fungsi bahasa yang dapat ditemukan adalah (1) fungsi
regulais, (2) fungsi instrumental, (3) fungsi interaksional, (4) fungsi
heuristik, (5) fungsi personal, (6) fungsi imajinatif. Kemudian pada seorang
yang berusia 16-24 bulan, fungsi-fungsi bahasa yang muncul adalah (1) fungsi
pragmatik, (2) fungsi matetik.
Menurutu Stephen C.
Levinson menyebutkan bahwa fungsi bahasa secara berturut-turut adalah sebagai
berikut : (1) fungsi referensial, (2) fungsi emotif, (3) fungsi konatif, (4)
fungsi metalinguistik, (4) fungsi fatik dan (5) fungsi puitik.[3]
1.
Fungsi bahasa secara umum
Fungsi bahasa secara
umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam masyarakat ada komunikasi
antar anggota atau mayarakat, untuk keperluan itu digunakan yang namanya
Bahasa. Dengan demikian semua orang memiliki bahasa tersebut. Dan tidak ada
orang yang tidak menggunakan bahasa.
Ada tiga persoalan
dalam bahasa Indonesia yang dikemukakan oleh Kang En, yaitu (1) masalah kata
sapaan, (2) masalah kala, (3) masalah salam.
1.
Masalah kata
sapaan
Menurut Kang En bahwa
kata sapaan formal dalam bahasa Indonesia seperti “Bapak”, “Ibu”, dan “Saudara”
ternyata meminjam dari perbendaharaan kata yang menyatakan hubungan
kekerabatan/family, yaitu “bapak”, “ibu”, dan “saudara”. Hal ini tampaknya ada
suatu dampak yang signifikan, yakni mengakibatkan masyarakat pemakainya
memiliki sifat familier dan nepotis.
2.
Masalah kala
(tenses)
Bahasa Indinesia
sebagai bahasa tipe aglutinatif memang tidak mengenal tenses (kala). Hal ini
telah mengakibatkan masyarakat kurang
menghargai waktu dan kurang pedulli terhadap waktu. Kenyataannya memang sudah
ada pada masyarakat, seperi jam karet yang hampir merupakan budaya bangsa.
3.
Masalah salam
Salam kita yang paling
populer adalah “Apa kabar?” atau “Halo,
apa kabar?” yang menjadi persoalan ialah, samakah perilaku bangsa yang
mengunakan salam “Apa kabar?” dengan perilaku yang banga yang menggunakan salam
“How do yo do?” dampak pemakaian kata “do”
tampaknya berbeda dengan dampak pemakaian kata “apa kabar”. Kata “do” memiliki
sugesti kepada penuturannya yang berbuat sesuatu, sedangkan “apa kabar”
memiliki sugesti pada penuturannya untuk “memburu berita”. Hal ini menjadi
sebuah pertanyaan, apakah ini merupakan bukti bahwa perilaku bangsa ditentukan
oleh perilaku bahasanya, khususnya dalam mengucapan atau penggunaan salam?
Jawabannya hal ini harus diteliti lebih lanjut agar bisa diketahui
kebenarannya, ya atau tidak.[4]
2.
Fungsi khusus
Roman Jakobson telah
membagi fungsi bhasa atas enam macam, yaitu fungsi emotif, konatif, referensial, puitik, fatik dan
metalingual.
Fungsi emotif itu
biasanya dipakai untuk mengungkapkan rasa gembira, sedih, kesal, kagum, dan
sebagainya. Fungsi referensial biasanya untuk membicarakan suatu topic
tertentu. Jika kita menyampaikan pesan atau amanah itu terlibat kedalam fugsi
puitik.
Fungsi fatik digunakan
sekedar untuk mengadakan kontak dengan orang lain. Seperti orang jawa apabila
bertemu atau berpasangan dengan orang yang sudah dikenal, selalun menggunakan
fungsi fatik ini, dengan ucapan “Mangga”
yang maknanya ‘mepersilahkan’. Apabila yang dibicarakan masalah bahasa adalah
hal menggunakan bahasa tertentu, maka fungsi bahasa disebut metalingual.
Selanjutnya, apabila bahasa yang digunakan bertumpu pada lawan tutur, misalnya
agar lawan bicara kita brsikap atau
berbuat sesuatu, maka fungsi bahasa ini disebut konatif.
Dell Hymes
mengembangkan fungsi-fungsi bahasa yang pada prinsipnya merupakan rincian dari
fungsi bahasa yang telah dikemukakan di depan. Diantaranya adalah:
1.
Unttuk menyesuaikan
diri dengan norma-norma sosial. Misalnya, menulis surat lamaran, mengajukan
permohonan, meminta izin, dan sebagainya.
2.
Untuk
menyampaikan pengalaman tentang keindahan, kebaikan, keluhuran budi, keagungan,
dan sebagainya.
3.
Untuk mengatur
kontak sosial. Misalnya; tegur sapa, salam.
4.
Untuk mengatur
perilaku atau perasaan diri sendiri. Seperti; berdoa, menghitung, dan
sebagainya.
5.
Untuk mengatur
perilaku atau perasaan orang lain. Seperti; melawak, memerintah, mengancam, dan
sebagainya.
6.
Untuk
menyampaikan perasaan kita. Seperti; memaki, memuji, menyeru.
7.
Untuk
menyampaikan sesuatu kepada orang lain.
8.
Untuk
menguraikan tentang bahasa. Seperti
tentang morfem, fonem, alomorf, alofon, frasa, klausa dan sebagainya.
9.
Untuk
menghindarkan diri dengan cara mengungkapkan keberatan dan alasan.
C.
Masyarakat
Bahasa
Apakah
yang dimaksud dengan masyrakat bahasa ? masyarakat bahasa adalah sekelompok
orang yang merasa atau menganggap diri mereka memakai bahasa yang sama. Frase
‘merasa atau menganggap diri’ perlu di tekankan disini, karena dari kenyataan
sehari-hari sering kita jumpai adanya anggapan masyarakat mengenai bahasa yang
berbeda dengan konsep yang linguistis mengenai hal yang sama. Bahasa dairi dan
bahasa pak-pak yang terdapat di sumatera utara misalnya secara linguistis
adalah satu bahasa yang sama ; tata bunyi, tata bahasa, dan leksikonnya sama.
Tetapi bahasa di sana menganggapnya sebagai dua bahasa yang berbeda.
Menurut
pengertian di atas, mereka membentuk dua masyarakat bahasa yang berbeda :
masyarakat dairi dan masyarakat bahasa pakpak, sedangkan kita orang-orang
Indonesia dari sabang sampai merauke, menganggap bahwa kita menganggap bahwa
kita memakai bahasa yang sama, bahasa Indonesia. Dengan sendirinya kita
membentuk satu masyarakat bahasa yang sama, masyarakat bahasa Indonesia.Pokok
pembicaraan sosiolinguistik adalah hubungan antara bahasa dengan penggunaannya
di dalam masyarakat hubungan yang bagaimanakah yang terdapat di antara bahasa
dengan masyarakat itu ? jawabannya adalah adanya hubungan antara bentuk-bentuk
bahasa tertentu, yang disebut variasi, ragam atau dialek dengan penggunaannya
untuk fungsi-fungsi tertentu di dalam masyarakat.
Untuk
melihat adakah hubungan antara kebangsawanan dan bahasa, kita ambil contoh
masyarakat tutur bahasa jawa. Pihak yang tingkat sosialnya lebih rendah
menggunakan tingkat bahasa yang lebih tinggimenggunakan tingkat bahasa yang
lebih rendah, yaitu ngoko. Variasi bahasa yang yang penggunaannya didasarkan
pada tingkat-tingkat sosial ini dikenal dalam bahasa jawa dengan istilah undak usuk. Sehubungan dengan istilah undak usuk ini bahasa jawa terbagi
menjadi dua, yaitu krama untuk
tingkat tinggi dan ngoko untuk
tingkat rendah.[5]
Sudah
menjadi sifat bahasa yang hidup yang dipakai oleh para anggota masyarakat bahasa
sebagai alat komunikasi mereka, bahwa sudah dikatakan bahwasanya bahasa
mempunyai variasi-variasi. Variasi-variasi bahasa ini dapat dibeda-bedakan
menurut pemakainya dan menurut pemakaiannya.
1.
Dialek
Variasi bahasa
menurut pemakaiannya disebut dialek. Kata “ pemakai “ dalam batasan ini
mengisyaratkan pada : siapa pemakai bahasa yang bersangkutan dan dari mana
asalnya atau daerahnya. Dalam hal yang pertama, kita mencatat adanya sekelompok
anggota masyarakat yang karena sifat hubungannya yang khusus misalnya : montir
mobil, dokter, ulama, pedagang, menggunakan struktur kalimat, pilihan kata, dan
kadang-kadang juga struktur fonologis tertentu yang merupakan variasi dari
bahasa yang dipakai secara umum. Variasi semacam ini disebut sosial atau
sosiolek.
2.
Ragam
Variasi bahasa
menurut pemakaiannya disebut ragam atau register. Ragam dapat dibedakan menurut
bidang (field), cara (mode), dan gaya (style) penuturannya.
a)
Bidang peraturan menunjuk pada pemakaian
bahasa dalam bidang tertentu.
b)
Cara penuturan menunjuk cara pemakaian
bahasa: bahasa lisan disampaikan dengan cara yang berbeda dengan bahasa
tertulis.
c)
Gaya penuturan menunjuk pada pemakaian
bahasa menurut hubungan antara partisipan atau peserta dalam pembicaraan.
3.
Aturan-aturan sosial bahasa
Apa
yang diuraikan pada ragam dan dialek di atas merupakan aturan-aturan bahasa
yang bersifat sosial yang harus kita perhatikan setiap kali kita melakukan
komunikasi bahasa. Kita harus tau kapan, di mana, tentang apa, dan dengan siapa
kita berbicara, misalnya: Imran dan fauziah, dua orang kakak beradik, keduanya
mahasiswa tarbiyyah dan keguruan, sehari-harinya, kapan saja, dimana saja
selalu berbahasa jawa satu kepada yang lain. Tetapi, pada waktu mereka
berbicara tentang bidang linguistic, mereka tidak lagi berbahasa jawa, tetapi
berbahasa Indonesia atau berbahasa jawa dan Indonesia sekaligus.
4.
Dialektologi
Studi
mengenai dialek 1 mulai berkembang pada abad XIX di eropa barat. Perhatian para
ahli dialektologi mula-mula dipusatkan pada bentuk-bentuk ujaran yang tidak
‘baku’ yang ada dalam suatu masyarakat bahasa. Mereka mencoba memetakan
ciri-ciri ucapan, tata bahasa, dan leksikon dalam bentuk isogloss, yakni batas
geografis suatu dialek. Tentu saja, karena bahasa mempunyai variasi-variasi,
kita harus ingat bahwa batas antara wilayah suatu dialek dengan dialek lain
sukar ditetapkan secara pasti. Isogloss itu merupakan penyederhanaan dari
kenyataan yang sebenarnya.[6]
5.
Sentuh bahasa
Dimana-mana
di dunia ini banyak terdapat masyrakat bahasa yang bertemu, hidup bersama-sama
dengan, dan berpengaruh terhadap masyrakat bahasa lain. Keadaan semacam ini
menimbulkan apa yang disebut sentuh bahasa
atau kontak bahasa. Ciri yang menonjol pada sentuh bahasa ini adalah
terdapatnya kedwibahasaan (bilingualism) atau keanekabahasaan
(multilingualism). Indonesia adalah salah satu contoh Negara aneka bahasa.
Dalam masyarakat bahasa seperti Indonesia ini, anggota-anggota masyarakat
bahasa Indonesia cenderung untuk menguasai dua bahasa atau lebih sekaligus,
baik sepenuhnya maupun sebagian, di samping mereka yang hanya menguasai satu
bahasa saja.
6.
Kedwibahasaan
Jika
kita menyimak kepustakan yang menyangkut masalah kedwibahasaan, akan terlihat
pada kita akan adanya beberapa pengertian tentang kedwibahasaan. Mula-mula
leonard bloomfield (1955) mengartikan kedwibahasaan sebagai penguasaan
(seseorang) yang sama baiknya atas dua bahasa. Kemudian oleh Uriel Weinreich (
1968 ) kedwibahasaan diartikan sebagai pemakaian dua bahasa (oleh seseorang)
secara bergantian, sedangkan Einar
Haugen (1966) mengartikannya sebagai kemampuan (seseorang) menghasilkan tuturan
yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain. Perbedaan pengertian mengenai
kedwibahasaan itu disebabkan oleh sukarnya menentukan pada batas mana seseorang
menjadi dwibahasawan.
7.
Diglosia
Dalam
beberapa masyarakat ekabahasa kadang-kadang terdapat pembedaan fungsi pemakaian
variasi-variasi bahasa. Pembedaan fungsi ini didasarkan pada hal-hal yang
bersifat sosial dan bernilai budaya. Di antara para warga masyarakat terdapat
semacam kesepakatan bahwa suatu variasi bahasa tertentu mempunyai status
“tinggi’ (disingkat: T), sedangkan variasi yang lain “rendah” (disingkat: R).
variasi bahasa T dipakai dalam
situasi-situasi resmi seperti dalam khotbah, dalam surat-surat resmi, dan dalam
siaran radio. Variasi ini dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah.
8.
Bahasa dan kebudayaan
Salah
satu di antara banyak definisi kebudayaan adalah “keseluruhan dari kelakuan dan
hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatnya dengan
belajar,dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan bermasyrakat “
(koentjaraningrat, 1974). Kebudayaan dapat dibagi lagi menjadi unsur-unsur
kebudayaan yang bersifat universal, artinya unsur kebudayaan itu ada dalam
semua masyarakat di dunia ini. Unsur kebudayaan itu adalah
a)
Peralatan dan perlengkapan hidup
manusia.
b)
Mata pencarian hidup.
c)
Sistem kemasyrakatan.
d)
Bahasa.
e)
Kesenian.
f)
Sistem pengetahuan.
g)
Religi
D.
Variasi
Bahasa
Ada
beberapa variasi bahasa yang kita kenal yaitu :
A.
Variasi Kronologis
Variasi ini disebabkan oleh faktor
keurutan waktu atau masa. Prbedaan pemakaian bahsa mengakibatkan perbedaan
wujud pemakaian bahasa. Wujud nyata pemakaian bahasanya dinamakan kronolek.
Contoh kronolek bahasa Jawa :
(1)
Bahasa Kawi/Jawa Kuno : pada masa sebelum akhir
Majapahit
(2)
Bahasa Jawa Tengahan :
pada masa akhir Majapahit.
(3)
Bahasa Jawa Baru :
pada masa sekarang.
B.
Variasi Geografis
Disebabkan oleh perbedaan geografis atau
faktor regional, oleh karena itu sering disebut variasi regional. Subdisiplin linguistik
yang mempelajari bidang ini disebut dialektolog. Akan tetapi dialektologi
diberi arti yang lebih luas yakni subdisiplin linguistik yang mempelajari
dialek regional dan dialek sosial sekaligus.
C.
Variasi Sosial
Disebabkan oleh perbedaan sosiologis,
realisasi variasi sosial ini
berupa
sosiolek. Beberapa macam sosiolek antara lain sebagai berikut:
1.
Akrolek :
realisasi variasi bahasa yang dipandang lebih tinggi dari varietas-varietas
yang lain.
2.
Basilek :
dipandang kurang bergengsi atau dipandang rendah.
3.
Vulgar :
wujud variasi bahasa yang ciri-cirinya menunjukan pemakaian bahasa oleh penutur
yan kurang terpelajar atau dikalangan orang-orang bodoh.
4.
Slang :
bersifat khusus dan rahasia.
5.
Kolokial :
bahasa percakapan sehari-hari dalam situasi tidak resmi atau bahasa yang
biasanya dipergunakan oleh kelompok sosial kelas bawah.
6.
Jargon :
pemakaiannya terbatas pada kelompok-kelompok sosial tertentu.
7.
Argot :
pemakaiannya terbatas pada profesi-profesi tertentu yang bersifat rahasia.
8.
Ken (cant) : dipakai ileh kelompok sosial tertentu dengan lagu yang
dibuat-buat supaya menimbulkan kesan.
D.
Variasi Fungsional
Variasi
ini disebabkan oleh perbedaan fungsi pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa dengan
pokok pembicaraan khusus dan dengan modus atau cara yang khusus didalam dunia
sosiolinguistik dikenal dengan istilah register. Dengan demikian register
tercakup dalam lingkup sosiolek dalam arti yang lebih luas. Beberapa register
yang dapat disebut di sini antara lain :
1)
Bahasa
untuk khotbah,
2)
Bahasa
tukang jual obat,
3)
Bahasa
reportase,
4)
Bahasa
warta berita,
5)
Bahasa
MC/pewara, dan lain-lain.
E.
Variasi Gaya/Style
Variasi
ini disebabkan oleh perbedaan gaya. Mario Pei mengemukakan adanya lima gaya
yakni : (1) gaya puisi, (2) gaya prosa, (3) gaya ujaran baku, (4) gaya kolokial
atau gaya percakapan kelas endah, dan (5) gaya vulgar dan slang. Sedangkan
Martin Joos membedakan lima gaya didalam bukunya “The Five Clocks” yakni :
1.
Gaya Frozen : disebut gaya baku sebab bentukna tidak pernah berubah dari
masa ke masa dan oleh siapapun penuturnya.
2.
Gaya Formal : disebut gaya baku.
3.
Gaya Konsultatif : disebut juga gaya setengah resmi atau gaya usaha.
4.
Gaya Kasual : disebut juga gaya informal atau santai.
5.
Gaya Intim : disebut gaya akrab karena bisa dipergunakan oleh para
penutur dan hubungannya sudah amat akrab.
F.
Variasi Kultural
Variasi ini disebabkan oleh perbedaan
budaya masyarakat pemakaiannya. Suatu bahasa kadang-kadang mengalami perubahan
dengan masuknya budaya lain. Varietas yang termasuk sebagai variasi kultural
ini sebagai berikut :
1.
Vernakuler : bahasa asli penduduk pribumi disuatu wilayah.
2.
Pidgin :kosakkatanya
merupakan struktur campuran sebagai akibat percampuran dua budaya yang bertemu.
3.
Kreol (creol) : sudah berlangsung turun temurun sehingga kosakkatanya
menjadi mantap.
4.
Linguafranca : diangkat oleh para penutur yang berbeda budayanya untuk
dipakai bersama-sama sebagai alat komunikasi.
Didalam
sejarah ada bahasa ciptaan seseorang yang direncanakan sebagai alat komuikasi
antarbangsa atau mereka sebut sebagai bahasa dunia, bahasa-bahasa tersebut
adaalah Volapuk, Esperento, dan Interlingua.
G.
Variasi Individual
Variasi
ini disebabkan oleh perbedaan perorangan. Wujud varietasnya dinamakan idiolek.
Setap individu penutur memiliki ciri tuturan yang berbeda dengan penutur lain.
Contoh idiolek yang jelas ialah perwayangan yang dikenal dengan istiah
“antarwacana”. Didalam ”antarwacana” itu dengan mudah kita kenal ciri-ciri
tuturan Kresna, Wrekudara, Sangkuni, Lesmana Mandukumara, Semar, Gareng,
Petruk, Bagong, dan sebagainya.[7]
1 comments:
According to Stanford Medical, It's indeed the SINGLE reason women in this country live 10 years more and weigh on average 42 pounds lighter than we do.
(And actually, it is not about genetics or some secret-exercise and really, EVERYTHING related to "how" they eat.)
P.S, I said "HOW", and not "what"...
TAP on this link to uncover if this brief test can help you unlock your true weight loss possibility
Post a Comment