Tuesday, April 19, 2016

makalah FONOLOGI Ejaan,Silabel dan Fonotaktik




FONOLOGI

Ejaan,Silabel dan Fonotaktik

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Linguistik Umum

Dosen Pengampu : Donna Aji Karunia P.M.A


Oleh :

Imron Syukriadi                   (111501300000-)
Risnawati                              (11150130000021)
Rizka Amalia Yahya               (11150130000042)
Kurniawati                            (1115013000000-)



Kelas : PBSI 2A




PENDIDIKAN BAHASA DAN SATRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
 










BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Fonologi merupakan urutan paling bawah atau paling dasar dalam hierarki kajian linguistik. Kerena objek kajiaannya ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai hasil akhir dari serangkaian tahap segmentasi terhadap suatu ujaran. Yang dikaji fonologi ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta dengan gabungan atarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata. Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ajur. Satu silabel biasaya melibatkan satu bunyi vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih.
Pada dasarnya ejaan tidak lain dari konvensi grafis, yakni perjanjian diantara para penutur suatu bahasa untuk menuliskan bahasanya. Artinya, bunyi-bunyi bahasa yang seharusnya diujarkan, diganti dengan lambang-lambang grafis, yang disebut huruf, dan dilengkapi dengan tanda bacanya.
Setiap bahasa mempunyai ketentuan sendiri yang berkaitan dengan kaidah kebahasaannya termasuk didalamnya kaidah deretan fonem. Kaidah yang mengatur deretan fonem mana yang terdapat dalam bahasa dan mana yang tidak dinamakan fonotaktik. Fonotaktik adalah bidang fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata. Terlepas dari semua itu, bisa disimpulkan bahwa fonotaktik ialah cabang fonologi yang berkenaan dengan gabungan fonem yang dibenarkan dalam sebuah bahasa.


                        





BAB II
PEMBAHASAN

2.1           Silabel
Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtunan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Silabel mempunyai puncak kenyaringan atau sonoritas yang biasanya jatuh pada sebuah vokal. Hal ini terjadi karena adanya ruang resonansi berupa rongga mulut, rongga hidung atau rongga-rongga lain di kepala dan dada.
Bunyi yang paling banyak menggunakan ruang resonansi adalah bunyi vokal. Karena itu, puncak silabis adalah bunyi vokal. Namun ada kalanya konsonan, baik bersuara maupun tidak yang tidak mempunyai kemungkinan untuk menjadi puncak silabis. Contohnya kata [dan]. Kata itu terjadi dari bunyi [d], bunyi [a], dan bunyi [n] adalah bunyi konsonan, sedangkan bunyi [a] adalah bunyi vocal. Bunyi [a] pada kata [dan] itu menjadi puncak silabis dan puncak kenyaringan.[1]
Kemungkinan urutan bunyi konsonan-vokal dalam silabel disebut fonotaktik. Bunyi konsonan yang berada sebelum vokal (yang menjadi puncak kenyaringan) disebut Onset (O) dan konsonan yang hadir sesudah vokal disebut koda, sedangkan vokalnya sendiri disebut nuklus. Sejauh ini urutan vokal (V) dan konsonan (K) yang ada dalam bahasa indonesia adalah:
1
V,
Seperti [i]
Pada kata [i+ni]
2
KV,
Seperti [la]
Pada kata [la+ut]
3
VK,
Seperti [am]
Pada kata [am+bil]
4
5
6
7
8
9
10
11
KVK,
KKV,
KKVK,
KVKK,
KKKV,
KKVKK,
KKKVK,
VKK,
Seperti [but]
Seperti [kla]
Seperti [trak]
Seperti [teks]
Seperti [stra]
Seperti [pleks]
Seperti [struk]
Seperti [eks]
Pada kata [se+but]
Pada kata [kla+sik]
Pada kata [trak+tor]
Pada kata [kon+teks]
Pada kata [stra+te+gi]
Pada kata [kom+pleks]
Pada kata [struk+tur]
Pada kata [ekspor]
Catatan:
Pola (1),(2),(3), dan (4) adalah pola silabel asli dalam bahasa Indonesia/melayu.
Bunyi yang sekaligus dapat menjadi onset dan koda pada sebuah silabel yang berurutan disebut interlude. Sedangkan makna onset itu sendiri adalah bunyi pertama pada sebuah silabel.
Barangkali perlu ditambahakan, bahwa Onset adalah bunyi pertama pada sebuah silabel, seperti bunyi /s/ pada silabel [sum] dalam kata sumpah. Sedangkan yang dimaksud dengan koda adalah bunyi akhir pada sebuah silabel, seperti bunyi /n/ pada silabel [man] dalam kata paman.[2]

2.2         Ejaan
Ejaan adalah sistem tulis menulis yang dibakukan. Ejaan juga berarti pula lambang ujaran. Dengan kata lain ejaan adalah lambang dari bunyi bahasa. Fonem /a/ dilambangkan dengan huruf a, jeda dilambangkan dengan koma (,), kesenyapan dilambangkan dengan titik (.), dan sebagainya.[3]
Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, Kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentPuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib dan teratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.
Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang disempurnakan (EYD). EYD diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan ketiga dalam sejarah bahasa Indonesia ini memang merupakan upaya penyempurnaan ejaan sebelumnya yang sudah dipakai selama dua puluh lima tahun yang dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat Ejaan itu diresmikan pada tahun 1947).
Ejaan pertama bahasa Indonesia adalah Ejaan van Ophuijsen (nama seorang guru besar belanda yang juga pemerhati bahasa), diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah Belanda yang berkuasa di Indonesia pada masa itu. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka.
Untuk sekedar memperoleh gambaran tentang ejaan yang pernah berlaku pada masa lalu itu dan sekaligus untuk membandingkannya dengan ejaan sekarang, perhtaikan pemakaian huruf dan kata-kata yang ditulis dengan ketiga macam ejaan itu seperti berikut ini.
a.       Ejaan Van Ophuysen
Huruf ”J” misalnya sajang, pajah, jakin.
Huruf ”OE” misalnya oemoem, soempoerna
Tanda ’ misalnya ra’yat, bapa’
b.      Ejaan Republik
Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Van Ophyusen
c.       Ejaan Yang Disempurnkan
Contohnya:
dj djalan, djauh j jalan, jauh
j pajung, laju y payung, layu
nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi
sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat
tj tjukup, tjutji c cukup, cuci
ch tarich, achir kh tarikh, akhir [4]
Ada pendapat umum mengatakan bahwa ejaan yang ideal adalah ejaan yang melambangkan tiap fonem hanya dengan satu huruf atau sebaliknya setiap huruf hanya dipakai untuk melambangkan satu fonem. Jika demikian, kita lihat ejaan untuk bahasa fin dan bahasa turki adalah sudah ideal.  Eajaan indonesia belum seratus persen ideal sebab masih ada atau digunakan gabungan huruf untuk sebuah fonem. Namun tampaknya ejaan indonesia jauh lebih baik dari pada ejaan bahasa inggris.[5]

2.3        Fonotaktik
Fonotaktik menurut KBBI yaitu urutan fonem yang dimungkinkan dalam suatu bahasa atau deskripsi tata urutan fonem.
Tiap bahasa mempunyai ciri khas dalam fonotaktik, yakni dalam merangkai fonem untuk membentuk satuan fonologis yang lebih besar, misalnya suku kata. Bahasa Indonesia mempunyai pola suku kata V, VK, KVK dan mengenal pola suku kata VKK, KKV, KKVK, KVKK, KKVKK, KKKV, dan KKKVK dalam ragam bakunya (V= Vokal. K=Konsonan).
Pola-pola suku kata diatas mungkin saja terdapat dalam bahasa lain, tetapi perbedaan peendapat timbul dalam pengisian pola-pola tersebut dengan fonem. Misalnya, dalam bahasa Indonesia tidak dijumpai suku kata yang berakhir dengan /c/atau/j/, sedangkan bahasa inggris suku kata seperti itu ada, seperti dalam kata catch dan judge. Sebaliknya, dalam bahasa inggris tidak dijumpai suku kata yang mulai dengan /ŋ/, sedangkan dalam bahasa Indonesia suku kata seperti itu ada seperti pada kata nganga dan ngilu.
Baik bahasa jawa maupun bahasa inggris mempunyai pola suku kata yang dimulai dengan 3 konsonan- KKKV (K). Namun, dalam bahasa jawa konsonan pertama rangkaian itu selalu berupa konsonan sengau (misalnya /mbr-, mbl-, mby-,), seperti dalam kata mbrebes, mili, mbledhos, mbyayaki, ndhredeg, ndremimil, nggladhi, nggraji, sedangkan dalam bahasa Inggris konsonan pertama itu selalu berupa /s/ (/str-, skr-, spr-, spl-, skw-, sky-/), seperti dalam kata strike, scream, spray, split, squadron, dan skewer.[6]
CONTOH :
·         kata kerusakan memilki 9 fonem jajaran fonem dari kata tersebut adalah / k, e, r, u, s, a, k, a, n /
·         kata kepemimpinan memiliki 12 fonem, jajaran fonem dari kata tersebut adalah /k, e, p, e, m, i, m, p, i, n, a, n /


























BAB III
PENUTUP

1.1   Kesimpulan
Jadi dapat kita simpulkan bahwa Setiap bahasa mempunyai ketentuan sendiri yang berkaitan dengan kaidah kebahasaannya termasuk didalamnya kaidah deretan fonem. Kaidah yang mengatur deretan fonem mana yang terdapat dalam bahasa dan mana yang tidak dinamakan fonotaktik. Fonotaktik adalah bidang fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata. Terlepas dari semua itu, bisa disimpulkan bahwa fonotaktik ialah cabang fonologi yang berkenaan dengan gabungan fonem yang dibenarkan dalam sebuah bahasa.
 Fonologi merupakan urutan paling bawah atau paling dasar dalam hierarki kajian linguistik. Kerena objek kajiaannya ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai hasil akhir dari serangkaian tahap segmentasi terhadap suatu ujaran. Yang dikaji fonologi ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta dengan gabungan atarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata. Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ajur. Satu silabel biasaya melibatkan satu bunyi vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih.











DAFTAR PUSTAKA

Chaer Abdul, Fonologi bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2013 cet.2
Bachtiar Ahmad, Bahasa indonesia hukum, Jakarta : UIN JAKARTA PERSS 2016 cet.1
Chaer Abdul, Linguistik umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2012 cet.4
Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan. Jakarta : Diksi Insan Mulia, 2008 cet.16

Kushartanti, dkk.Pesona Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2005 cet.1



[1] Abdul Chaer, Fonologi bahasa Indonesia,(Jakarta: Rineka Cipta, 2013) cet.
[2] Abdul Chaer, Linguistik umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) hlm 124
[3] Ahmad bachtiar, Bahasa indonesia hokum, (Jakarta : UIN JAKARTA PERSS 2016) hlm 25
[4] Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan. (Jakarta : Diksi Insan Mulia, 2008) cet.16
[5] Abdul Chaer, Linguistik umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) hlm 124
[6] Kushartanti, dkk.Pesona Bahasa. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2005).hlm.164.

0 comments:

Post a Comment

 
;