FONOLOGI
Ejaan,Silabel dan Fonotaktik
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Linguistik Umum
Dosen
Pengampu : Donna Aji
Karunia P.M.A
Oleh
:
Imron Syukriadi (111501300000-)
Risnawati (11150130000021)
Rizka Amalia Yahya (11150130000042)
Kurniawati (1115013000000-)
Kelas
: PBSI 2A
PENDIDIKAN BAHASA DAN
SATRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Fonologi merupakan urutan paling bawah atau paling
dasar dalam hierarki kajian linguistik. Kerena objek kajiaannya ialah
bunyi-bunyi bahasa sebagai hasil akhir dari serangkaian tahap segmentasi
terhadap suatu ujaran. Yang dikaji fonologi ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai
satuan terkecil dari ujaran beserta dengan gabungan atarbunyi yang membentuk
silabel atau suku kata. Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil
dalam suatu arus ajur. Satu silabel biasaya melibatkan satu bunyi vokal, atau
satu vokal dan satu konsonan atau lebih.
Pada dasarnya ejaan tidak lain dari konvensi grafis,
yakni perjanjian diantara para penutur suatu bahasa untuk menuliskan bahasanya.
Artinya, bunyi-bunyi bahasa yang seharusnya diujarkan, diganti dengan
lambang-lambang grafis, yang disebut huruf, dan dilengkapi dengan tanda
bacanya.
Setiap bahasa mempunyai ketentuan sendiri yang
berkaitan dengan kaidah kebahasaannya termasuk didalamnya kaidah deretan fonem.
Kaidah yang mengatur deretan fonem mana yang terdapat dalam bahasa dan mana
yang tidak dinamakan fonotaktik. Fonotaktik adalah bidang fonologi atau fonemik
yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata. Terlepas dari semua itu,
bisa disimpulkan bahwa fonotaktik ialah cabang fonologi yang berkenaan dengan
gabungan fonem yang dibenarkan dalam sebuah bahasa.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Silabel
Silabel
atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau
runtunan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal dan satu
konsonan atau lebih. Silabel mempunyai puncak kenyaringan atau sonoritas yang
biasanya jatuh pada sebuah vokal. Hal ini terjadi karena adanya ruang resonansi
berupa rongga mulut, rongga hidung atau rongga-rongga lain di kepala dan dada.
Bunyi
yang paling banyak menggunakan ruang resonansi adalah bunyi vokal. Karena itu,
puncak silabis adalah bunyi vokal. Namun ada kalanya konsonan, baik bersuara
maupun tidak yang tidak mempunyai kemungkinan untuk menjadi puncak silabis.
Contohnya kata [dan]. Kata itu terjadi dari bunyi [d], bunyi [a], dan bunyi [n]
adalah bunyi konsonan, sedangkan bunyi [a] adalah bunyi vocal. Bunyi [a] pada
kata [dan] itu menjadi puncak silabis dan puncak kenyaringan.[1]
Kemungkinan
urutan bunyi konsonan-vokal dalam silabel disebut fonotaktik. Bunyi konsonan
yang berada sebelum vokal (yang menjadi puncak kenyaringan) disebut Onset (O) dan konsonan yang hadir
sesudah vokal disebut koda, sedangkan
vokalnya sendiri disebut nuklus.
Sejauh ini urutan vokal (V) dan konsonan (K) yang ada dalam bahasa indonesia
adalah:
1
|
V,
|
Seperti
[i]
|
Pada
kata [i+ni]
|
2
|
KV,
|
Seperti
[la]
|
Pada
kata [la+ut]
|
3
|
VK,
|
Seperti
[am]
|
Pada
kata [am+bil]
|
4
5
6
7
8
9
10
11
|
KVK,
KKV,
KKVK,
KVKK,
KKKV,
KKVKK,
KKKVK,
VKK,
|
Seperti
[but]
Seperti
[kla]
Seperti
[trak]
Seperti
[teks]
Seperti
[stra]
Seperti
[pleks]
Seperti
[struk]
Seperti
[eks]
|
Pada
kata [se+but]
Pada
kata [kla+sik]
Pada
kata [trak+tor]
Pada
kata [kon+teks]
Pada
kata [stra+te+gi]
Pada
kata [kom+pleks]
Pada
kata [struk+tur]
Pada
kata [ekspor]
|
Catatan:
Pola
(1),(2),(3), dan (4) adalah pola silabel asli dalam bahasa Indonesia/melayu.
Bunyi yang sekaligus dapat menjadi onset dan koda pada sebuah silabel yang berurutan disebut interlude. Sedangkan makna onset itu sendiri adalah bunyi pertama pada sebuah silabel.
Bunyi yang sekaligus dapat menjadi onset dan koda pada sebuah silabel yang berurutan disebut interlude. Sedangkan makna onset itu sendiri adalah bunyi pertama pada sebuah silabel.
Barangkali
perlu ditambahakan, bahwa Onset adalah bunyi pertama pada sebuah silabel,
seperti bunyi /s/ pada silabel [sum] dalam kata sumpah. Sedangkan yang dimaksud dengan koda adalah bunyi akhir pada
sebuah silabel, seperti bunyi /n/ pada silabel [man] dalam kata paman.[2]
2.2
Ejaan
Ejaan adalah sistem tulis menulis
yang dibakukan. Ejaan juga berarti pula lambang ujaran. Dengan kata lain ejaan
adalah lambang dari bunyi bahasa. Fonem /a/ dilambangkan dengan huruf a, jeda
dilambangkan dengan koma (,), kesenyapan dilambangkan dengan titik (.), dan
sebagainya.[3]
Ejaan adalah seperangkat aturan
tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, Kata, dan tanda baca
sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda
dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf,
suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem
aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur
keseluruhan cara menuliskan bahasa.
Ejaan merupakan
kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman
bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentPuk akan berimplikasi pada
ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah
rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para
pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib
dan teratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa
dengan ejaan.
Ejaan yang
berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang disempurnakan (EYD). EYD diberlakukan
pada tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan ketiga dalam sejarah bahasa Indonesia ini
memang merupakan upaya penyempurnaan ejaan sebelumnya yang sudah dipakai selama
dua puluh lima tahun yang dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi
(Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat Ejaan itu diresmikan pada tahun
1947).
Ejaan pertama
bahasa Indonesia adalah Ejaan van Ophuijsen (nama seorang guru besar belanda
yang juga pemerhati bahasa), diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah
Belanda yang berkuasa di Indonesia pada masa itu. Ejaan van Ophuijsen dipakai
selama 46 tahun, lebih lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua
tahun Indonesia merdeka.
Untuk sekedar
memperoleh gambaran tentang ejaan yang pernah berlaku pada masa lalu itu dan
sekaligus untuk membandingkannya dengan ejaan sekarang, perhtaikan pemakaian
huruf dan kata-kata yang ditulis dengan ketiga macam ejaan itu seperti berikut
ini.
a. Ejaan Van
Ophuysen
Huruf ”J”
misalnya sajang, pajah, jakin.
Huruf ”OE”
misalnya oemoem, soempoerna
Tanda ’
misalnya ra’yat, bapa’
b. Ejaan Republik
Ejaan ini
menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Van Ophyusen
c. Ejaan Yang
Disempurnkan
Contohnya:
dj djalan, djauh j jalan, jauh
j pajung, laju y payung, layu
nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi
sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat
tj tjukup, tjutji c cukup, cuci
ch tarich, achir kh tarikh, akhir [4]
dj djalan, djauh j jalan, jauh
j pajung, laju y payung, layu
nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi
sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat
tj tjukup, tjutji c cukup, cuci
ch tarich, achir kh tarikh, akhir [4]
Ada pendapat
umum mengatakan bahwa ejaan yang ideal adalah ejaan yang melambangkan tiap
fonem hanya dengan satu huruf atau sebaliknya setiap huruf hanya dipakai untuk
melambangkan satu fonem. Jika demikian, kita lihat ejaan untuk bahasa fin dan
bahasa turki adalah sudah ideal. Eajaan
indonesia belum seratus persen ideal sebab masih ada atau digunakan gabungan
huruf untuk sebuah fonem. Namun tampaknya ejaan indonesia jauh lebih baik dari
pada ejaan bahasa inggris.[5]
2.3
Fonotaktik
Fonotaktik menurut KBBI
yaitu urutan fonem yang dimungkinkan dalam suatu bahasa atau deskripsi tata
urutan fonem.
Tiap bahasa mempunyai ciri khas dalam fonotaktik, yakni
dalam merangkai fonem untuk membentuk satuan fonologis yang lebih besar,
misalnya suku kata. Bahasa Indonesia mempunyai pola suku kata V, VK, KVK dan
mengenal pola suku kata VKK, KKV, KKVK, KVKK, KKVKK, KKKV, dan KKKVK dalam
ragam bakunya (V= Vokal. K=Konsonan).
Pola-pola suku kata diatas mungkin
saja terdapat dalam bahasa lain, tetapi perbedaan peendapat timbul dalam
pengisian pola-pola tersebut dengan fonem. Misalnya, dalam bahasa Indonesia
tidak dijumpai suku kata yang berakhir dengan /c/atau/j/, sedangkan bahasa
inggris suku kata seperti itu ada, seperti dalam kata catch dan judge.
Sebaliknya, dalam bahasa inggris tidak dijumpai suku kata yang mulai dengan
/ŋ/, sedangkan dalam bahasa Indonesia suku kata seperti itu ada seperti pada
kata nganga dan ngilu.
Baik bahasa jawa maupun bahasa inggris mempunyai pola suku
kata yang dimulai dengan 3 konsonan- KKKV (K). Namun, dalam bahasa jawa
konsonan pertama rangkaian itu selalu berupa konsonan sengau (misalnya /mbr-,
mbl-, mby-,), seperti dalam kata mbrebes,
mili, mbledhos, mbyayaki, ndhredeg, ndremimil, nggladhi, nggraji, sedangkan
dalam bahasa Inggris konsonan pertama itu selalu berupa /s/ (/str-, skr-, spr-,
spl-, skw-, sky-/), seperti dalam kata strike,
scream, spray, split, squadron, dan skewer.[6]
CONTOH :
·
kata kerusakan memilki 9 fonem jajaran fonem dari
kata tersebut adalah / k, e, r, u, s, a, k, a, n /
·
kata kepemimpinan memiliki 12 fonem, jajaran fonem
dari kata tersebut adalah /k, e, p, e, m, i, m, p, i, n, a, n /
BAB
III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Jadi
dapat kita simpulkan bahwa Setiap
bahasa mempunyai ketentuan sendiri yang berkaitan dengan kaidah kebahasaannya
termasuk didalamnya kaidah deretan fonem. Kaidah yang mengatur deretan fonem
mana yang terdapat dalam bahasa dan mana yang tidak dinamakan fonotaktik.
Fonotaktik adalah bidang fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran
fonem dalam kata. Terlepas dari semua itu, bisa disimpulkan bahwa fonotaktik
ialah cabang fonologi yang berkenaan dengan gabungan fonem yang dibenarkan
dalam sebuah bahasa.
Fonologi
merupakan urutan paling bawah atau paling dasar dalam hierarki kajian
linguistik. Kerena objek kajiaannya ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai hasil
akhir dari serangkaian tahap segmentasi terhadap suatu ujaran. Yang dikaji
fonologi ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta
dengan gabungan atarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata. Silabel atau
suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ajur. Satu silabel
biasaya melibatkan satu bunyi vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau
lebih.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer Abdul, Fonologi bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2013
cet.2
Bachtiar Ahmad, Bahasa indonesia hukum, Jakarta : UIN JAKARTA PERSS
2016 cet.1
Chaer Abdul, Linguistik umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2012 cet.4
Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia
Untuk Mahasiswa Non Jurusan. Jakarta : Diksi Insan Mulia, 2008 cet.16
Kushartanti, dkk.Pesona
Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2005 cet.1
[1] Abdul Chaer, Fonologi bahasa Indonesia,(Jakarta: Rineka Cipta, 2013)
cet.
[2] Abdul Chaer, Linguistik umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) hlm 124
[3] Ahmad bachtiar, Bahasa indonesia hokum, (Jakarta : UIN JAKARTA PERSS
2016) hlm 25
[4] Finoza, Lamuddin.
Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan. (Jakarta : Diksi Insan
Mulia, 2008) cet.16
[5] Abdul Chaer, Linguistik umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) hlm 124
0 comments:
Post a Comment