Sempat
aku menyimpan rahasia yang pernah kutulis dalam lembaran bergaris berwarna
biru, yang kini masih tersimpan dalam kotak curhatanku semasa aku masih SMA.
Waktu
itu sepulang aku kerja, entah mengapa aku sangat ingin membuka kotak curhatan
miniku dan ingin sekali membaca curhatan-curhatanku selagi aku SMA. Secara
perlahan aku membaca satu per satu dari banyaknya lembaran curhatku.”Sungguh
ini hal yang sangat memalukan.” Kataku setelah membaca lembar kertas pertama.
Yang
aku tahu, setiap curhatanku itu selalu dalam kertas bergaris biru. Tapi, entah
mengapa dan dari mana asalnya selembaran kertas yang sudah ternodai oleh tinta
berwarna hitam, yang sangat beda dengan kertas yang kumilliki itu.
Karena
aku sangat penasaran dengan tulisan dalam selembaran kertas itu, aku pun
langsung membacanya. Secara perlahan aku membuka dan mulai membacanya.
“Happy
birthday,Sasa. Semoga apa yang kamu harap dapat tuhan mengabulkannya. Dan
semoga di tahun yang akan datang kita bisa jumpa pula setelah kita lulus SMA
ini, aku berharap kamu tidak lupa padaku. Sorry ya! Ranu telat bilangnya dan
pake surat segala, sebenarnya gue suka sama lu, Sas.”
Begitulah
isi surat. Namun, aku tak melanjutkan mmbaca isi surat itu setelah aku tahu
bahwa sahabat dekatku sendiri pernah menyimpan rasa padaku.
“Ya
ampun….” Ujarku spontan dengan hati bergemuruh.
Karena
aku sudah merasa lelah dan letih sekali, aku pun langsung membersihkan badanku
lalu makan malam.
Setelah
aku menyantap makan malamku, aku langsung pergi ke kamarku untuk mengambil
kunci motor metic-ku.
“Mungkin
kalau aku pergi mencari udara malam akan membuat rasa gerogiku hilang atas
surat tadi yang baru aku baca.” Pikirku dalam hati.
Malam
minggu bukanlah malam yang sangat membhagiakan bagiku. Karena di setiap jalan
yang kulalui, banyak sekali orang yang berjalan bersama pasangannya. Hal ini
membuat aku semakin bosan dan kesal.
Selama
di perjalanan, aku tak melihat jarum jam pada jam arlojiku yang sangat mungil,
berwarna silver. Pemberian dari calon kakak iparku. Sehingga aku tak sadar
kalau aku telah menghabiskan malam itu selama tiga jam lebih.
11.23
WIB, bukanlah waktu yang baik untuk seorang perempuan yang maih berada di luar
rumah. Dan aku pun memilih untuk kembali pulang.
Angina
malam sangatlah tidak baik bagi pengguna kendaraan roda dua. Karena aku sedang
tidak mengenakan jaket, aku akhirnya memilih mengendarai motorku dengan lamban.
Sesampai
di rumah, aku langsung membersihkan wajahku yang sudah ternodai oleh debu dan
polusi malam hari. Karena waktu sudah larut malam, aku pun langsung
membaringkan tubuhku di atas ranjangku.
Tepat
sekali, aku bangun pada jarum jam yang menunjukan pukul 02.45 WIB. Entah
mengapa aku langsung terbangun ketika aku memiliki bunga tidur yang di hiasi
oleh sosok wajah yang kukenal. Ranu.
“Astaga.
,mengapa dia tiba-tiba mumcul dalam bunga tidurku?” pikirku.
Setelah
aku terbangun dari tidur, aku tak lagi bisa menutup kantung mataku sedikpun.
Dan akhirnya aku membuka facebook-ku
saja. Semoga ada berita terpenting yang masuk.
“Wow…
amazing, satu minggu tak membuak facebook saja sudah banayk informasi yang
masuk, tambahan lagi 20 orang yang meminta pertemanan denganku.”
Dengan
mata mulai mengantuk, kucoba meng-klik
pencarian dan menulis ‘Ranu Dwi Anggara’. Kubuka berandanya dan kubaca semua
setatus-nya. Dan sungguh sangat terkagumi dirinya olehku ketika aku melihat dia
telah meng-upload foto di Eropa.
Dimana Negara yang sangat aku nantikan sewaktu SMA.
Denngan
hati menyesal aku sangat kecewa ketika membaca setatusnya di bulan
lalu.”Setelah aku besok pulang ke Indonesia, kuharap aku bisa bertemu dengan ,Sasa
is my best friend and my....” .
sayang, aku tak bisa tahu isi setatus itu karena ia tak menulis semuanya.
Sehingga aku tak tahu apa posisiku dalam hidupnya.
“perasaan
tadi dia nulis’kalau pulang besok’,
bererti dia sekarang sudah ada di Indonesia dong.” Gumamku lirih sambil
terpikir bayangan wajah ranu sewaktu SMA.
Dengan
bergulirnya waktu, mataku pun sudah mulai lelah dan dengan sekejap mata aku
langsung tertidur tanpa mematikan facebook
di hapeku.
✲✲✲
Gelap
yang hilang tertelan cahaya matahari yang bersinar dengan indah. Sangat cocok
untuk tubuh mengeluarkan racun-racunnya melalui pembakaran kalori. Seperti
biasa. Aku selalu olahraga di dekat
danau karena banyak sekali orang yang berkunjung kesana. Selain danau itu
ramai, juga asri. Sehingga sangat nyaman untuk di nikmati.
Jarak
rumah menuju danau bisa di tempuh selama satu jam. Oleh karena itu aku selalu
menggunakan sepedaku supaya bisa lebih cepat sampai.
Tak
lama setelah aku mengayuh sepedaku, terdengarlah nada ponselku. Kulihat,
ternyata nomor tak kukenal. Karena aku tak mengenalnya, jadi aku tak memberikan
jawaban untuknya. Namun, nomor yang tak kukenali it uterus menghubungiku.
Sampai-sampai aku kesal dan akhirnya aku pun menerima panggilannya.
“Hallo!
Assalamualaikum.”
“Walaikumsalam.”
“Maaf
ini siapa ya?
“Masa
lupa sama sahabat sendiri?”
“Siapa?”
“Kamu
lagi di mana?”
“Aku?
… aku lagi di jalan mau olahraga.”
“Olahraga
kemana? Yang dekat SMA, bukan?”
Aku
hanya terdiam, karena aku heran padanya. Suara laki-laki yang tak kukenali,
namun ia mengenalku.
“Sa…
dimana?”
“Aku?
Aku…, aku mau ke danau.”
“Oooh,
kirain aku yang deket SMA. Kalau nggak salah
danau yang deket kebun pertanian, ya?”
“Ia,
benar. Tapi maaf ini dengan siapa? Megapa anda mengenal saya dan dari mana anda
memiliki nomor saya?”
“Ya
sudah, lanjutin saja perjalananmu! Aku, Ranu, teman SMA-mu dulu. Waiting me ok! Bye….”
“Ra…nu.”
Aku
hampir sejenak seperti orang aneh. Mungkin orang yang ,melihatku ter-nganga seperti saat itu akan tertawa
atau…, ya sudahlah tak perlu di bahas, namanya juga orang terkejut.
Aku
pun langsung melanjutkan perjalanku dengan sepeda gunung, pemberian dari Ayahku
dulu.
Sungguh
tak bisa di ungkapkan lagi. Pasti kalian pernah merasakan bagaimana rasanya nervous seperti aku ini.
Sesampai
di danau, aku langsung menyimpan sepedaku di pinggir danau. Dan aku
berlari-lari kecil mengitari pinggiran danau yang sangat indah dan ramai.
Hampir
setengah jam aku memutari danau ini, dan membuatku sangat lelah. “Uuuh, kakiku
sangat pegal sekali,” gumamku.
“kalau
pegal kakinya harus di lurusin, biar nggak ‘keram’. Kamu haus ? kalau haus ini
aku punya dua botol minuman mineral.”
Dengan
wajah terkejut, kualihkan pandanganku ke belakang. Dan ternyata… sosok wajah
yang sangat misterius sekali bagiku. Ranu, ya itulah dia.
“Ranu….”
“Mengapa?
Terkejut? Biasa aja kali mukanya!”
“….”
“Kok
diem? Bukannya jawab aku! Memangnya nggak kangen sama sahabat sendiri?”
“Ngapain
kangen sama orang yang selama ini menyembuyikan rahasia padaku. Apa artinya
sahabat kalau begitu?” sergahku.
“Maksudmu?”
“Sudahlah
tak penting!”
“Ooh…,
ya sudah ini minum untukmu?” ucap Ranu sambil mengulurkan tangannya padaku yang
sedang menggenggam minuman botol.
Dengan
perasaan yang tak menentu, aku tetap mecoba menutupinya.
“Kemarin
habis dari Paris, ya? Boleh kali buah tangannya,” ledekku.
“Kamu
tahu dari mana? Ia, bulan lalu aku ada di sana….”
Sebelum
ia menyelesaikan penjelasannya, aku langsung memotongnya secara spontan.
“Dan
bulan ini semoga kamu bisa bertemu dengan seorang gadis yang kau sukai semenjak
SMA.”
“….
Kok kamu tahu akan hal itu?”
“Oops…,
keceplosan aku.”
“Ih,
di Tanya juga!”
“Ya…,
ya dari setatus kamu lha.”
“Tapi
seneng,kan?”
“….”
✲✲✲
Lama-lama aku sudah mulai bosan,
dan memilih pulang ke rumah.
“Maaf, aku mau pulang dulu, ya!”
“Ya sudah, kalau begitu bareng aja,
yuk?”
“Nng… nggak usah! Kan kita beda
arah.”
“Memangnya
rumahmu dimana, Sas?”
“Rumahku
di dekat Hotel Kristal.”
“Boleh
kan, kalau aku ikut maen sekalian ingin tahu rumahmu?”
“Mau
main? Tapi… di rumahku gak ada siapa-siapa, jadi aku gak berani.”
“Memangnya
orangtuamu?”
“Kan
orangtuaku sekarang tinggal sama Nenek-ku di kampun.”
“Ya
sudah deh, gak usah takut ada fitnah.”
“Maaf
ya?”
“It’s ok. Tapi nanti siang kamu ada
waktu, nggak?”
“Gak
ada. Memangnya ada apa?”
“Aku mau ngajak kamu makan siang. Nanti aku yang
teraktir kamu, deh.”
“…,
bener, ya!”
“Terntu,
donk.”
Aku
hanya membalasnya dengan senyuman yang menandakan ‘Ya’.
“Ya
sudah, nanti aku jemput kamu di depan
Hotel Kristal, ya!”
Karena
sekarang jarum jam telah menunjukan pukul 09.45 WIB, aku pun langsung memeper
cepat waktu karena aku ingat, bahwa aku harus membereskan rumahku yang sudah
tidak rapi. Mungkin.
Suasana
yang sudah mulai panas, ternyata membuat langkahku semakin lama dan membuat
badanku lelah. Dengan hati terpaksa, pasti aku akan sampai rumah dalam waktu
satu jam. Mungkin bisa lebih.
Sangat
jelas rasanya. Getaran hapeku yang menandakan pesan masuk. Kulihat, ternyata
pesan dari Ranu.
“Jangan
lupa, harus rapi, ya!”
Aku
tak membalasnya melainkan bergumam sendiri karena kesal atas permintaannya,’memangnya
aku ratu apa? Yang harus selalu berpakaian rapi. Memang shi harus tapi kan
nggak usah segitunya.’.
Puiiih…
capenya. Karena teringat dengan rencana, Ranu, aku pun langsung masuk ke dalam
rumah dan menyimpan sepedaku di dalam garasi.
Akhirnya
selasai juga walaupun tidak terlalu rapih. Hehehe, biasalah terburu-buru dengan
sebuah janji.
Setelah
aku mandi, aku bingung harus memakai baju apa? Ranu menginginkanku memakai
pakaian rapih, tapi yang seperti apa? Apa harus memakai gaun seperti wanita
lainnya? Ah sudahlah, memangnya aku wanita yang harus peminim?
Karena
aku lebih senang dengan warna netral, aku pun memilih memakai baju kaos biru
tua panjang, celana levis panjang dan
di sertai kerudung biru tua berbentuk segi empat. Ya supaya menutup mahkotaku.
Rambut.
Belum
juga akau rapih. Ranu sudah memberi tahuku bahwa ia sudah sampai di dekat
Hotel. Ya terpaksa aku harus berlari agarcepat sampai.
“Kamu
dimana, Ran?” tanyaku setelah sampai dekat Hotel.
“Di
depan Hotel. Kamu lihat mobil putih berlogo BMW, nggak?”
“Ya,
memangnya kenapa?”
“Kok
nanya shi? Ya, maksudku kamu harus menuju mobil itu! Itu mobilku.”
Aku
lanngsung menghampiri mobil itu. Dan dengan terkejut, aku sangat memalukan
ketika melihat Ranu yang berpakaian sangat rapi dengan kemeja putih yang di
sertai jas hitam.
“Silahkan
masuk tuan putri!”
“Apa
shi. Memangnya aku tuan tuan putri? Jangan berkelakuan aneh deh!”
“Iya…
iya. Tapi kamu terlihat cantik, ya. Apa lagi mengunakan warna pakaianmu yang
serba netral.”
Aku
hanay tersenyum malu. Dan sungguh ingin rasanya aku melayang ke udara namun aku
tahu itu tak mungkin.
“Kok
bengong? Ayo naik!”
Aku
pun langsung naik dan duduk di depan sebelah Ranu, yang mengemudikan mobilnya.
✲✲✲
Sesampai
kami di detempat tujuan, aku seperti
merasa pernah bermain dan mengililingi tempat makan ini. Ya ini ‘mall’
tempatku bermain sepulang sekolah SMA dulu.
“Kamu
mau makan di hok-ben, gak?”
“Up to you.”
“Kok
terserah? Ya sudah deh, kita makan di situ saja, ya! Itu kan tempat yang sering
kita tempati kalau perut kita sudah
mulai keroncongan.”
“Kamu
itu masih ingat aja, ya kenangan-kenangan masa SMA.”
Kami
memesan makanan dan minuman yang sama. Dan sambil makan siang itu banyak sekali
percakapan kami yang saling lontar ribuan kata.
Sampai
akhirnya, tanpa aku sadari,Ranu membutku terkejut dengan tawarannya itu.
“Nanti
kamu pilih gaun yang kamu sukai, ya!”
“Untuk
apa gaun? Kan aku tidak pernah memakai gaun.”
“Ya…,
ya nanti kamu harus memilih gaun yang kamu sukai. Tapi itu jika kamu memilih
tawaranku.”
“Tawaran
apa?”
“Kamu
sudah tahu kan isi hatiku? Jadi sekarang aku ingin kamu tahu, kalau au ingin
melamarmu.”
“Apa
kamu tidak salah? Kamu memang sahabatku tapi selama kita lulus, kita tak pernah
lagi saling jumpa. Dan kamu pun pastinya tak tahu apakah aku sudah berubah atau
belum.”
“Itu
tak masalah bagiku. Karena jika aku sudah menyukai seseorang, maka aku takan
pernah bisa menghapuskan rasa itu, apa lagi kamu orang yang pertama aku suka.”
“….,
aku tidak butuh gaun itu sekarang. Tapi aku butuh untuk kamu bisa bersamaku
dulu agar kamu tahu apakah aku seperti dulu atau tidak. Tapi… a…ku, aku akan
menerimamu jika kamu memang menyukaiku.”
“Serius,Sas?”
Aku
hanya tersenyum dan menganggukkan kepalaku saja.
Semoga
saja ini pilihan yang tepat dalam perjalananku, dan juga,Ranu. Walaupun aku tak
tahu apakah ini jawaban yang tapat atau bukan.
Dan semenjak itu lah kini,Ranu selalu
perhatian padaku sampai dalam waktu satu bulan kemudian kami pun memiliki
perjalanan yang baru dan sangat menantang.
THE
END
0 comments:
Post a Comment