Tuesday, November 25, 2014

cerpen _ Perjalanan Sasa….


Sempat aku menyimpan rahasia yang pernah kutulis dalam lembaran bergaris berwarna biru, yang kini masih tersimpan dalam kotak curhatanku semasa aku masih SMA.
Waktu itu sepulang aku kerja, entah mengapa aku sangat ingin membuka kotak curhatan miniku dan ingin sekali membaca curhatan-curhatanku selagi aku SMA. Secara perlahan aku membaca satu per satu dari banyaknya lembaran curhatku.”Sungguh ini hal yang sangat memalukan.” Kataku setelah membaca lembar kertas pertama.
Yang aku tahu, setiap curhatanku itu selalu dalam kertas bergaris biru. Tapi, entah mengapa dan dari mana asalnya selembaran kertas yang sudah ternodai oleh tinta berwarna hitam, yang sangat beda dengan kertas yang kumilliki itu.
Karena aku sangat penasaran dengan tulisan dalam selembaran kertas itu, aku pun langsung membacanya. Secara perlahan aku membuka dan mulai membacanya.
“Happy birthday,Sasa. Semoga apa yang kamu harap dapat tuhan mengabulkannya. Dan semoga di tahun yang akan datang kita bisa jumpa pula setelah kita lulus SMA ini, aku berharap kamu tidak lupa padaku. Sorry ya! Ranu telat bilangnya dan pake surat segala, sebenarnya gue suka sama lu, Sas.”
Begitulah isi surat. Namun, aku tak melanjutkan mmbaca isi surat itu setelah aku tahu bahwa sahabat dekatku sendiri pernah menyimpan rasa padaku.
“Ya ampun….” Ujarku spontan dengan hati bergemuruh.
Karena aku sudah merasa lelah dan letih sekali, aku pun langsung membersihkan badanku lalu makan malam.
Setelah aku menyantap makan malamku, aku langsung pergi ke kamarku untuk mengambil kunci motor metic-ku.
“Mungkin kalau aku pergi mencari udara malam akan membuat rasa gerogiku hilang atas surat tadi yang baru aku baca.” Pikirku dalam hati.
Malam minggu bukanlah malam yang sangat membhagiakan bagiku. Karena di setiap jalan yang kulalui, banyak sekali orang yang berjalan bersama pasangannya. Hal ini membuat aku semakin bosan dan kesal.
Selama di perjalanan, aku tak melihat jarum jam pada jam arlojiku yang sangat mungil, berwarna silver. Pemberian dari calon kakak iparku. Sehingga aku tak sadar kalau aku telah menghabiskan malam itu selama tiga jam lebih.
11.23 WIB, bukanlah waktu yang baik untuk seorang perempuan yang maih berada di luar rumah. Dan aku pun memilih untuk kembali pulang.
Angina malam sangatlah tidak baik bagi pengguna kendaraan roda dua. Karena aku sedang tidak mengenakan jaket, aku akhirnya memilih mengendarai motorku dengan lamban.
Sesampai di rumah, aku langsung membersihkan wajahku yang sudah ternodai oleh debu dan polusi malam hari. Karena waktu sudah larut malam, aku pun langsung membaringkan tubuhku di atas ranjangku.
Tepat sekali, aku bangun pada jarum jam yang menunjukan pukul 02.45 WIB. Entah mengapa aku langsung terbangun ketika aku memiliki bunga tidur yang di hiasi oleh sosok wajah yang kukenal. Ranu.
“Astaga. ,mengapa dia tiba-tiba mumcul dalam bunga tidurku?” pikirku.
Setelah aku terbangun dari tidur, aku tak lagi bisa menutup kantung mataku sedikpun. Dan akhirnya aku membuka facebook-ku saja. Semoga ada berita terpenting yang masuk.
“Wow… amazing, satu minggu tak membuak facebook saja sudah banayk informasi yang masuk, tambahan lagi 20 orang yang meminta pertemanan denganku.”
Dengan mata mulai mengantuk, kucoba meng-klik pencarian dan menulis ‘Ranu Dwi Anggara’. Kubuka berandanya dan kubaca semua setatus-nya. Dan sungguh sangat terkagumi dirinya olehku ketika aku melihat dia telah meng-upload foto di Eropa. Dimana Negara yang sangat aku nantikan sewaktu SMA.
Denngan hati menyesal aku sangat kecewa ketika membaca setatusnya di bulan lalu.”Setelah aku besok pulang ke Indonesia, kuharap aku bisa bertemu dengan ,Sasa is my best friend and my....” . sayang, aku tak bisa tahu isi setatus itu karena ia tak menulis semuanya. Sehingga aku tak tahu apa posisiku dalam hidupnya.
“perasaan tadi dia nulis’kalau pulang besok’, bererti dia sekarang sudah ada di Indonesia dong.” Gumamku lirih sambil terpikir bayangan wajah ranu sewaktu SMA.
Dengan bergulirnya waktu, mataku pun sudah mulai lelah dan dengan sekejap mata aku langsung tertidur tanpa mematikan facebook di hapeku.
✲✲✲
Gelap yang hilang tertelan cahaya matahari yang bersinar dengan indah. Sangat cocok untuk tubuh mengeluarkan racun-racunnya melalui pembakaran kalori. Seperti biasa. Aku selalu olahraga  di dekat danau karena banyak sekali orang yang berkunjung kesana. Selain danau itu ramai, juga asri. Sehingga sangat nyaman untuk di nikmati.
Jarak rumah menuju danau bisa di tempuh selama satu jam. Oleh karena itu aku selalu menggunakan sepedaku supaya bisa lebih cepat sampai.
Tak lama setelah aku mengayuh sepedaku, terdengarlah nada ponselku. Kulihat, ternyata nomor tak kukenal. Karena aku tak mengenalnya, jadi aku tak memberikan jawaban untuknya. Namun, nomor yang tak kukenali it uterus menghubungiku. Sampai-sampai aku kesal dan akhirnya aku pun menerima panggilannya.
“Hallo! Assalamualaikum.”
“Walaikumsalam.”
“Maaf ini siapa ya?
“Masa lupa sama sahabat sendiri?”
“Siapa?”
“Kamu lagi di mana?”
“Aku? … aku lagi di jalan mau olahraga.”
“Olahraga kemana? Yang dekat SMA, bukan?”
Aku hanya terdiam, karena aku heran padanya. Suara laki-laki yang tak kukenali, namun ia mengenalku.
“Sa… dimana?”
“Aku? Aku…, aku mau ke danau.”
“Oooh, kirain aku yang deket SMA. Kalau nggak salah  danau yang deket kebun pertanian, ya?”
“Ia, benar. Tapi maaf ini dengan siapa? Megapa anda mengenal saya dan dari mana anda memiliki nomor saya?”
“Ya sudah, lanjutin saja perjalananmu! Aku, Ranu, teman SMA-mu dulu. Waiting me ok! Bye….
“Ra…nu.”
Aku hampir sejenak seperti orang aneh. Mungkin orang yang ,melihatku ter-nganga seperti saat itu akan tertawa atau…, ya sudahlah tak perlu di bahas, namanya juga orang terkejut.
Aku pun langsung melanjutkan perjalanku dengan sepeda gunung, pemberian dari Ayahku dulu.
Sungguh tak bisa di ungkapkan lagi. Pasti kalian pernah merasakan bagaimana rasanya nervous seperti aku ini.
Sesampai di danau, aku langsung menyimpan sepedaku di pinggir danau. Dan aku berlari-lari kecil mengitari pinggiran danau yang sangat indah dan ramai.
Hampir setengah jam aku memutari danau ini, dan membuatku sangat lelah. “Uuuh, kakiku sangat pegal sekali,” gumamku.
“kalau pegal kakinya harus di lurusin, biar nggak ‘keram’. Kamu haus ? kalau haus ini aku punya dua botol minuman mineral.”
Dengan wajah terkejut, kualihkan pandanganku ke belakang. Dan ternyata… sosok wajah yang sangat misterius sekali bagiku. Ranu, ya itulah dia.
“Ranu….”
“Mengapa? Terkejut? Biasa aja kali mukanya!”
“….”
“Kok diem? Bukannya jawab aku! Memangnya nggak kangen sama sahabat sendiri?”
“Ngapain kangen sama orang yang selama ini menyembuyikan rahasia padaku. Apa artinya sahabat kalau begitu?” sergahku.
“Maksudmu?”
“Sudahlah tak penting!”
“Ooh…, ya sudah ini minum untukmu?” ucap Ranu sambil mengulurkan tangannya padaku yang sedang menggenggam minuman botol.
Dengan perasaan yang tak menentu, aku tetap mecoba menutupinya.
“Kemarin habis dari Paris, ya? Boleh kali buah tangannya,” ledekku.
“Kamu tahu dari mana? Ia, bulan lalu aku ada di sana….”
Sebelum ia menyelesaikan penjelasannya, aku langsung memotongnya secara spontan.
“Dan bulan ini semoga kamu bisa bertemu dengan seorang gadis yang kau sukai semenjak SMA.”
“…. Kok kamu tahu akan hal itu?”
“Oops…, keceplosan aku.”
“Ih, di Tanya juga!”
“Ya…, ya dari setatus kamu lha.”
“Tapi seneng,kan?”
“….”
✲✲✲
Lama-lama aku sudah mulai bosan, dan memilih pulang ke rumah.
“Maaf, aku mau pulang dulu, ya!”
“Ya sudah, kalau begitu bareng aja, yuk?”
“Nng… nggak usah! Kan kita beda arah.”
“Memangnya rumahmu dimana, Sas?”
“Rumahku di dekat Hotel Kristal.”
“Boleh kan, kalau aku ikut maen sekalian ingin tahu rumahmu?”
“Mau main? Tapi… di rumahku gak ada siapa-siapa, jadi aku gak berani.”
“Memangnya orangtuamu?”
“Kan orangtuaku sekarang tinggal sama Nenek-ku di kampun.”
“Ya sudah deh, gak usah takut ada fitnah.”
“Maaf ya?”
It’s ok. Tapi nanti siang kamu ada waktu, nggak?”
“Gak ada. Memangnya ada apa?”
“Aku  mau ngajak kamu makan siang. Nanti aku yang teraktir kamu, deh.”
“…, bener, ya!”
“Terntu, donk.”
Aku hanya membalasnya dengan senyuman yang menandakan ‘Ya’.
“Ya sudah, nanti aku  jemput kamu di depan Hotel Kristal, ya!”
Karena sekarang jarum jam telah menunjukan pukul 09.45 WIB, aku pun langsung memeper cepat waktu karena aku ingat, bahwa aku harus membereskan rumahku yang sudah tidak rapi. Mungkin.
Suasana yang sudah mulai panas, ternyata membuat langkahku semakin lama dan membuat badanku lelah. Dengan hati terpaksa, pasti aku akan sampai rumah dalam waktu satu jam. Mungkin bisa lebih.
Sangat jelas rasanya. Getaran hapeku yang menandakan pesan masuk. Kulihat, ternyata pesan dari Ranu.
“Jangan lupa, harus rapi, ya!”
Aku tak membalasnya melainkan bergumam sendiri karena kesal atas permintaannya,’memangnya aku ratu apa? Yang harus selalu berpakaian rapi. Memang shi harus tapi kan nggak usah segitunya.’.
Puiiih… capenya. Karena teringat dengan rencana, Ranu, aku pun langsung masuk ke dalam rumah dan menyimpan sepedaku di dalam garasi.
Akhirnya selasai juga walaupun tidak terlalu rapih. Hehehe, biasalah terburu-buru dengan sebuah janji.
Setelah aku mandi, aku bingung harus memakai baju apa? Ranu menginginkanku memakai pakaian rapih, tapi yang seperti apa? Apa harus memakai gaun seperti wanita lainnya? Ah sudahlah, memangnya aku wanita yang harus peminim?
Karena aku lebih senang dengan warna netral, aku pun memilih memakai baju kaos biru tua panjang, celana levis panjang dan di sertai kerudung biru tua berbentuk segi empat. Ya supaya menutup mahkotaku. Rambut.
Belum juga akau rapih. Ranu sudah memberi tahuku bahwa ia sudah sampai di dekat Hotel. Ya terpaksa aku harus berlari agarcepat sampai.
“Kamu dimana, Ran?” tanyaku setelah sampai dekat Hotel.
“Di depan Hotel. Kamu lihat mobil putih berlogo BMW, nggak?”
“Ya, memangnya kenapa?”
“Kok nanya shi? Ya, maksudku kamu harus menuju mobil itu! Itu mobilku.”
Aku lanngsung menghampiri mobil itu. Dan dengan terkejut, aku sangat memalukan ketika melihat Ranu yang berpakaian sangat rapi dengan kemeja putih yang di sertai jas hitam.
“Silahkan masuk tuan putri!”
“Apa shi. Memangnya aku tuan tuan putri? Jangan berkelakuan aneh deh!”
“Iya… iya. Tapi kamu terlihat cantik, ya. Apa lagi mengunakan warna pakaianmu yang serba netral.”
Aku hanay tersenyum malu. Dan sungguh ingin rasanya aku melayang ke udara namun aku tahu itu tak mungkin.
“Kok bengong? Ayo naik!”
Aku pun langsung naik dan duduk di depan sebelah Ranu, yang mengemudikan mobilnya.
✲✲✲
Sesampai kami di detempat tujuan, aku seperti  merasa pernah bermain dan mengililingi tempat makan ini. Ya ini ‘mall’ tempatku bermain sepulang sekolah SMA dulu.
“Kamu mau makan di hok-ben, gak?”
Up to you.”
“Kok terserah? Ya sudah deh, kita makan di situ saja, ya! Itu kan tempat yang sering kita tempati kalau  perut kita sudah mulai keroncongan.”
“Kamu itu masih ingat aja, ya kenangan-kenangan masa SMA.”
Kami memesan makanan dan minuman yang sama. Dan sambil makan siang itu banyak sekali percakapan kami yang saling lontar ribuan kata.
Sampai akhirnya, tanpa aku sadari,Ranu membutku terkejut dengan tawarannya itu.
“Nanti kamu pilih gaun yang kamu sukai, ya!”
“Untuk apa gaun? Kan aku tidak pernah memakai gaun.”
“Ya…, ya nanti kamu harus memilih gaun yang kamu sukai. Tapi itu jika kamu memilih tawaranku.”
“Tawaran apa?”
“Kamu sudah tahu kan isi hatiku? Jadi sekarang aku ingin kamu tahu, kalau au ingin melamarmu.”
“Apa kamu tidak salah? Kamu memang sahabatku tapi selama kita lulus, kita tak pernah lagi saling jumpa. Dan kamu pun pastinya tak tahu apakah aku sudah berubah atau belum.”
“Itu tak masalah bagiku. Karena jika aku sudah menyukai seseorang, maka aku takan pernah bisa menghapuskan rasa itu, apa lagi kamu orang yang pertama aku suka.”
“…., aku tidak butuh gaun itu sekarang. Tapi aku butuh untuk kamu bisa bersamaku dulu agar kamu tahu apakah aku seperti dulu atau tidak. Tapi… a…ku, aku akan menerimamu jika kamu memang menyukaiku.”
“Serius,Sas?”
Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepalaku saja.
Semoga saja ini pilihan yang tepat dalam perjalananku, dan juga,Ranu. Walaupun aku tak tahu apakah ini jawaban yang tapat atau bukan.
 Dan semenjak itu lah kini,Ranu selalu perhatian padaku sampai dalam waktu satu bulan kemudian kami pun memiliki perjalanan yang baru dan sangat menantang.

THE END 

0 comments:

Post a Comment

 
;