Cinta
sejati itu tak akan bisa dimusnahkan, dilupakan , bahkan di delete dalam hidup ini.
Hampir
dua tahun aku pernah berpacaran dengan sosok yang mungkin sampai sekarang ini
tak bisa kulupakan. Mungkin.
Wajah
tampan, tinggi, berambut pendek lurus dan sedikit pirang itu. Ya, itulah dia,
Attep, yang kini sudah menjadi mantanku dan menjadi milik orang lain.
✲✲✲
Tiga tahun silam lalu, awalnya aku
dan dia tak saling kenal sama sekali. Kami saling mengenal ketika aku
mengantarkan tanteku bertemu denngan teman dekatnya. Bisa jadi pacarnya. Tapi
entahlah. Yang intinya, teman dekat tenteku juga membawa temannya yang sangat
asing bagiku. Dan mirip orang asing juga, Lho! Seperti kelahiran atau keturunan
china.
Aku dan dia hanya bisa terdiam,
ketika tanteku dan teman dekatnya yang bisa kita sebut, Nandang. Aku bingung
harus ngomong apa untuk mengawali percakapan di balik keheningan aku dengannya.
Akhirnya, Attep pun memecahkan
keheningan itu, “Hei, namanya siapa?”
“Yanti. Kamu sendiri?”
“Aku, Attep.”
Aku
dan dia sudah mulai bisa dan berani saling memecahkan keheningan bersama teh
dan kopi yang hangat itu. Sedangkan, tanteku masih terlihat asyik ngobrol atau
kencan bersama partner-nya.
Awalnya
aku tak suka padanya dan tak sedikit pun terpikir untuk aku akan menjadi
pacarnya. Apa lagi kalo dia bakalan minta nomor hapeku, ini benar-benar tak
terbayangkan.
Setelah
aku merasa jenuh, bosan dan khawatir, aku langsung meminta tanteku untuk cepat
segera pulang. Karena aku khawatir sampai di kampungku larut malam.
Bekasi
menuju kampung rambutan itu bisa terhitung jarak yang sangat dekat, jadinya
dengan lapang dada aku dan tanteku
langsung menghubungi taksi pribadi kami. Ya, walaupun dia bukan tukang
taksi aslinya. Tapi, dia itu udah kayak sopir pribadi kami. Dan dia juga rela
kok dibilang tukang taksi,dari pada supir yang gak jelas.
Sesampai
di terminal Kampung Rambutan, aku langsung di antarkan naik bis Marita, jurusan
Cianjur - Kampung rambutan. Pada dasarnya aku ingin naik parung indah, biar
bisa langsung ke Sukabumi. Tapi, ya sudahlah!mumpung gratis, di bayarin uang
ongkosnya sama Kak Hanuza atau si abang taksi. Hehehe.
Lima
jam lebih, aku sudah sampai di terminal Cianjur. Tadinya aku pengen langsung ke
Sukabumi aja, tapi karena sekilas kangen sama keluarga akhirnya aku mampir dulu
ke kampung halamanku, Cianjur.
Sms masuk… ayo buka!
Sms masuk… ayo buka!
Itulah
bunyi pertanda pesan masuk di hapeku. Ternyata ada pesan masuk dari nomor yang
tak aku kenali. Dan tanpa sepengetahuanku, sudah ada dua panggilan masuk yang
tak terjawab dari nomor yang sama.
“Siang,
Yanti.”
“Siapa,
ya?” tanyaku.
“Attep.
Yang teman kencannya tantemu.”
“Oh,
ada apa?”
Ia
tak menjawab pertanyaanku. Dan akhirnya aku langsung melanjutkan perjalananku
kembali dengan naik ojek.
“Kemana,Neng,”
Tanya abang ojek.
“Ke
rumah Bapak Darman, Bang!”
Aku
pun langsung di antarkan ke rumahku. Sampai di rumah, aku langsung istirahat
sejenak. Menghilangkan letihnya tubuh ini. Dan setelah itu aku langsung
melaksanakan salat magrib dan isa. Setelah salat, awalnya aku pengen langsung
istirahat tapi karena cacing di perut udah demo, mau enggak mau aku langsung
makan dulu.
Ya,
sekitar enam menit aku menyantap makan malam itu, tiba-tiba ada satu pesan
masuk. Kubaca aja, ternyata… dari Attep.
“Malam,
Yan. Lagi apa?”
“Malam
juga. Baru beres makan,” jawabku yang serasa malas untuk menjawabnya.
“Oh,
di rumah ya?”
“Iya.”
“Ganggu
enggak nih? Kalo ganggu matiin aja!”
“Ganggu
gak, ya?”
“Yee…,
di Tanya malah ngeledek.”
“Iya,iya.
Insya allah enggak.”
“syukurlah
kalo gitu,” katanya dengan nada bahagia.
Sebenarnya
aku malas banget ngeladenin dia.
Kurang kerjaan! Tapi, biarlah kasihan.
“Memangnya
kenapa dan ada apa?” tanyaku sedikit sewot.
“Maaf,
tadi aku habis kepo sama tante kamu
tentang kamu.”
“Terus?”
“Ya,
terus…, enggak tahu kenapa tiba-tiba aku kayak udah menimbun bibit yang
sekarang mulai merekah.”
“Maksudnya?”
“Kayaknya
aku suka deh, sama kamu.”
Aku
tak membalas pesannya lagi. Aku enggak tahu harus balas sms-nya apa. Tapi
sumpah, aku kayak lagi di permainan catur yang sudah SKAK MATT.
“Kamu,
mau enggak?”
“Aduh,
aku bingung jawab apa, soalnya kita belum saling kenal lebih dekat.”
“Masalah
itu, mah gampang. Ya, tinggal dijalanin aja dulu!”
“….”
“Kok
enggak di balas?”
“Ya
sudah, ya! Aku capek, mau istirahat dulu.”
“Owh…,
ya sudah. Met malam, Kumih.”
✲✲✲
Pagi
yang masih berbalut kegelapan, aku sudah mulai bersiap-siap untuk berangkat
bekerja. Cianjur menuju sukabumi membutuhkan waktu satu jam saja, dan itu hanya
menggunakan motor. Kebetulan aku kerja di perusahan sepatu. NIKE.
Biasanya
aku jam segini pasti belum sia-siap, tapi karena tiap minggu aku selalu pulang
ke cianjur, jadinya tiap hari senin aku selalu harus bangun lebih pagi dan berangkat
sangat pagi sekali.
Aku
kerja di Nike sudah hampir tiga tahunan. Sebenarnya sih udah enggak betah, tapi
mau gimana lagi surat lamaran berhentinya juga enggak di ACC. Jadinya enggak bisa berhenti deh. Sedih.
Aku
kerja selalu di antarkan kakak keduaku. Tapi itu juga kalau aku lagi di
cianjur. Ya, kalau enggak di cianjur mah enggak bakalan di anterin.
Tiiit…
tiiit.. tiiitt…
Suara
kelakson motor kakakku. Yang sudah mulai menunggu aku berangkat.
“Yanti…,
cepetan! Mau berangkat jam berapa?”
“Iya
bentar lagi.”
Setelah
aku siap dan selesai membereskan kamarku, aku langsung pamit sama ibuku. Jujur,
aku dan ibuku tuh kadang jarang enggak akrab. Jadi sedih sebenarnya kalau
bertemu ibuku. Aku enggak tahu kenapa aku dan ibuku tak pernah akur.
Oh,
ya. Aku juga punya adik yang aku sayangi. Tapi ia jauh dari mataku saat ini.
Dia pergi merantau untuk mencari ilmu dan melanjutkan sekolahnya di sekolah
tinggi daerah kota. Dia selalu pulang setahun sekali, tapi jika ada acara di
rumah sih kadang dia suka pulang.
Setelah
pamit aku langsung berangkat kerja di anterin kakak keduaku. Dbaru aja aku
mulai jalan, tiba-tiba ada SMS masuk. Dan ternyata itu dari Attep.
“Selamat
pagi. Udah bangun belum?”
“Pagi
juga. Udah lah.”
“Udah
berangkat kerja?”
“Nih
lagi di jalan.”
“Sama
siapa?”
“Sama
kakak.”
“Kakak
apa kakak?”
“Kakak
lah, kalau enggak percaya lihat aja sini!”
“Iya
bercanda kali.”
“Lagian
kamu mah kaya gitu.”
“Oh,
yaudah kalau lagi di jalan hati-hati aja ya.”
“Oke,
sip.”
Satu
jam telah berlalu, akhirnya aku juga sudah sampai di tempat kerjaku. Sampai di
tempat kerja aku langsung terkejut. Tiba-tiba teman-temanku langsung minta Peje
( pajak jadian), sumpah aku langsung bingung. Kenapa mereka tahu aku sudah
pacaran? Padahal aku tak memberi tahu mereka.
“Yan,
mana Peje-nya?”
“Peje
apaan sih?”
“Ah,
kamu mah pura-pura enggak tahu. Bête.”
“Apaan
sih Hadi. Tahu dari mana aku pacaran?”
“Tuh
di facebook lah, Ti.”
Seketika
aku langsung terdiam. Skak mat.
“Attep
kan pacar kamu?” cetus Enan yang masih diam di samping Hadi.
“Ya
sudah kerja aja dulu.”
“Ah,
kamu mah gitu.”
Aku
langsung pergi tanpa memikirkn mereka.
Jam
07.00 WIB, bukanlah lagi waktu untuk para karyawan bermain, bercanda dan
sebagainya. Melainkan semuanya harus mulai bekerja.
Aku
bekerja hanya di bagian input saja. Ya, emang itu tugasku. Terkadang aku suka
lembur, tapi kalau enggak lembur aku suka pulang jam 15.00 sore.
Aku
setiap hari selalu melakukan hal yang sama. Dan sebenarnya aku sudah merasa
bosan dengan pekerjaanku, tapi mau enggak mau aku harus memaksakan diriku.
✲✲✲
Setiap
malam aku selalu di telepon oleh Attep, ia selalu berlaku manja padaku. Dan ia
sempat bilang setiap pulang kampung, ia akan selalu main ke rumahku. Aku sempat
juga memegang janji itu. Aku hanya ingin tahu sampai kapan janji itu akan
bertahan.
Malam
minggu rencananya aku ingin istirahat. Tak ingin ada yang mengganggu. Tapi,
sayang sekali gara-gara punya pacar jadinya enggak bisa istirahat. Galau.
Pacarku malah nelepon aku.
“Malam,
Kumih,” sapanya di telepon.
“Malam,
pih.”
“Kumih,
Mamah lagi apa?”
“Lagi
diem aja di ruang tengah.”
“Sama
siapa? Kubil?”
“Iya,
kenapa emangnya? Mau ngobrol?”
“Iya.
Boleh enggak?”
“Enggak.”
“Kok
enggak sih?”
“Ya,
boleh lah, Kupih. Masa ngobrol sama mamah enggak boleh.”
Aku
pun langsung memberikan hapeku pada mamah yang sedang tiduran di lantai bersama
adikku yang masih asyik menonton televise.
“Ya
sudah, kamu duluan ngomong, Kupih!”
“Assalamualaikum,
Mah. Apa kabar?”
“Alaikumsalamm.
Baik. Lagi apa di situ?”
“Lagi,
kumpul aja sama temen-temen, Mah. Mah, nanti Attep, boleh maen ke sana enggak?”
“Mau
ngapain? Ya, kalau mau main mah, main
aja.”
“Enggak,
Mah. Attep ingin bersilaturrahim saja dulu sama keluarga Yanti. Mamah, nanti
mau di bawain apa?”
“Enggak
usah bawa apa-apa! Yang penting kamu selamat sampai tujuan aja Mamah, sudah seneng.”
“Oke,
Mah. Yanti, lagi ngapain?”
“Mau
ke Yanti, lagi?”
“Yanti…,
ini hapenya!” lanjut Mamah.
“Hallo!”
sapaku.
“Hai.
Udah bobo?”
“Belum.
Masa ada yang nelepon aku tidur. Kan enggak sopan.”
“Oh,
kirain udah tidur. Besok aku mau ke sana, nanti kamu kasih rute atau nama
kendaraan yang harus aku naiki.”
“Apa?
Kamu udah bilang ke Mamah?”
“Sudah
dong. Kamu mau di bawain apa?”
“Enggak
usah. Tapi kalau boleh bawa makanan aja. Hehehe,” jawabku sambil bercanda.
“Serius,
aku. Kumih, kamu mau tidur jam berapa?”
“Sebenarnya
aku ingin tidue dari tadi.”
“Oh,
ya sudah kalo mau tidur, silahkan.”
“Tapi,
nanggung. Kupih, kamu mau nelepon adikku enggak?”
“Yang
mana? Dzeries?”
“Iya.
Kalo mau aku sambungin sama dia.”
“Boleh.”
“Tunggu,
ya!”
“Hallo…,
ada apa teh?” Tanya adikku.
“Lagi
apa? Ada yang mau ngobrol.”
“Siapa?”
“Attep.
Mau enggak?”
“Siapa
dia?”
“Pacar
teteh.”
“Waduh,
sejak kapan?”
“Sebulan
yang lalu.”
“Kupih
cepetan Tanya si dedenya!” ujarku lirih pada Attep.
“Hallo,
De?”
“Iya.
Ini pacar teteh?”
“Iya.
Apa kabar kamu?”
“Aku
baik-baik saja. Kakak?”
“Sama.
Kak, mana pajak jadiannya?”
“Huuh,
kamu ini ya, De. Entar aja kalo kamu pulang.”
“Oke
sip. Kak aku udahan dulu ya? Aku harus pergi sekarang.”
“Oh.
Oke sip. Dadah dede.”
“Dah.”
Karena
adikku mengakhiri panggilannya, akhirnya aku pun memilih mengakhiri panggilan
itu. Karena malam pun sudah semakin larut.
✲✲✲
Malam minggu telah berlalu, hari
minggu pun telah tiba. Dengan tak sabar aku ingin cepat segera ia sampai di
rumahku. Daan hapeku pun berbunyi pertanda satu pesn masuk.
Sms masuk… ayo buka!
Sms masuk… ayo buka!
Aku
langsung membacanya dan ternyata itu dari Attep, ia menanyakan alamatku. Dan
akhirnya aku beri tahu rute jalan yang harus di tempuhnya agar bisa sampa ke
rumahku.
“Yan,
rutenya apa ajah biar sampai di rumah?”
“Dari
terminal kamu naik angkot putih aja. Bilang ke supirnya turunin kamu di
Cibeber. Terus kamu nyebrang aja kalau udah turun di cibeber. Entar ada
pangkalam ojek, kamu minta aja di anterin abang ojek itu. Dan jangan lupa
bilang turunin di rumah Bapak Darman.”
“Oke
sip. Waiting me, please!”
Hampir
satu jam lah aku nungguin dia. Eamng sih jarak dari terminal Cianjur menuju
rumahku tidak telalu dekat, kecuali naik mmotor dengan kecepatan tinggi. J
Tukk tukkkk…..
Seseorang mengetuk pintu kamarku.
Seseorang mengetuk pintu kamarku.
“Teh, ini ada tamu,” kata Aziz.
“Siapa?”
“Lihat aja sendiri!”
Aku pun langsung keluar dari kamarku.
“Hei, yanti,” sapa sosok yang kunantikan.
“Kupih. Kok nyampe enggak SMS dulu?”
“Harus ya?”
“…”
“Yan, kamu pernah bilangkan kalau bapak kamu
meninggal?”
“Iya, emangnya kenapa?”
“Enggak sih. Aku cuman pengen aja ke makamnya.”
“Yaudah. Mau sekarang enggak?”
“Emangnya kamu udah siap-siap?”
“Dari tadi kali.”
“Oke kalau begitu. Berangkat aja yuk!”
Aku dan Attep pun langsung pergi ke pemakaman
Bapakku yang sudah hampir 12 tahun telah mendahuluiku.
Sesampai
disana, aku bukannya langsung membersihkan makam bapakku. Melainkan malah Attep
yang langsung gerak cepat membersihkan pemakaman bapakku. Masya Allah! Sungguh
menakjubkan. Sosok laki-laki yang sangat baik dan membuat hatiku semakin luluh.
Dan
sebenarnya hal itu selalu ia lakukan setiap ia datang ke rumahku.
✲✲✲
Setelah
aku dan dia pacaran mulai beranjak Sembilan bulanan, aku merasa bosan dan ingin
putus dengannya. Tapi, ia selalu menolaknya karena ia bilang kalau ia sangat
menyayangiku. Ennggak ada yang sayang lagi sama dia selain aku. dia selalu saja
berkataa seperti itu. Dan telah membuat hatiku luluh padanya.
Setelah
kami mencapai dua tahun kurang empat bulan untuk masa pacaran kami. Attep
dengan lantang mengajakku tunangan. Awalnya aku masih ragu, tapi Attep tak
perlu dengan jawabanku.
Dengan
rasa pedenya, minggu pagi ia datang bersama keluarganya ke rumahku. Aku
terkejut setelah melihat keluarga Attep mengunjungi rumahku yang sederhana itu.
Sumpah malu banget.
Ini
namanya mau enggak mau aku harus terima lamarannya. Lagaian rasa sayangku juga
sudah semakin menebal. Dan semoga saja dengan tunangan ini bisa semakin
mempertebalnya. Amin. J
Aku
lupa peristiwa itu. Yang kuingat hanyalah aku telah dilamar olehnya. Tapi
sayang, setelah lima bulan dari hari tunangan itu, Attep memutuskanku hanya
melalui pesan saja.
Ingin
rasanya aku marah padanya. Tapi semua ini tak mungkin. Den gansegera aku minta
penjelasannya.
“Hallo.
Apa maksud kamu? Kamu melamarku dengan membawa keluargamu, tapi kenapa kamu
memutuskan semua ini dengan satu pesan saja? Apa maksudmu?”
“Enggak
Yan, orang tuaku enggak ngerestuin hubungan kita.”
“Ya
terus kenapa kamu ngelamar aku waktu itu?”
“….”
“Kamu
tuh jadi laki-laki harus konsisten dong! Kamu udah gede, seharusnya kamu
sendiri yang harus memutuskan jalan hidup kamu.”
“Maaf
Yan.”
“Maaf?
Hanya bisa bilang maaf?”
“Yan…”
“Sudahlah
kalau itu mau kamu.”
Aku
langsung mengakhiri obrolanku dengannya. Rasa kesal ini semakin membara di
hati. Kenapa waktu aku ingin minta putus dengannya, ia selalu menolaknya. Tapi
kenapa giliran aku sudah mulai sangat menyayanginya, dia malah pergi begitu
saja. Sial!
Aku
berbulan-bulan lanngsung galau. Kegalauanku mungkin udah tingkat dewa. Semenjak
aku putus dengan Attep, aku sering sekali diam dan melamun. Bahkan aku sering
mengurungkan diriku di dalam kamar.
Jujur
saja aku sagat kecewa dengannya. Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi
bubur dan tak akan mungkin bisa lagi menjadi nasi kembali.
Secara
perlahan aku mulai mencoba melupakannya, namun sampai saat ini bahkan sampai
aku punya pacra baru pun, aku tetap tak bisa melupakannya. Meski ia kini telah
menjadi milik orang lain untuk selamanya. Mungkin ini cinta sejatiku ini memang
telah hilang dan tak akan pernah datang lagi untuk kedua kalinya.
The
End
0 comments:
Post a Comment