Tuesday, November 25, 2014

cerpen _ BURSA AMAL UNTUK SAHABAT


Dari hari pertama aku sekolah di SMA ini sampai sekarang, aku selalu datang lebih awal. Ibuku selalu menasehatiku “ lebih baik datang lebih awal walaupun belum waktunya, dari pada datang tidak sesuai janjinya.” Oleh sebab itulah aku selalu datang sekolah lebih awal, yaah... supaya tidak telat dong. Di sekolahku yang sekarang ini, aku punya banyaaak teman. Namun, yang lebih dekat denganku hanya lima orang saja. Mereka bernama Eli Yulia, Lulu Rachmawati, Fitriyani, Putri Ade Ayu dan Putri Amalia. Mereka itu, teman-temanku yang paling baik, seru dan juga paling kompak lho! Dan yang paling istimewa, mereka memiliki rasa kasih sayang yang tinggi  bangeeet. Pokoknya lebih berbeda dari teman-teman yang lain deh, yang selama ini aku kenal.
Setiap pagi, aku dan teman-temanku, selalu melihat seorang anak permpuan seusia anak SMP. Dan menurutku dia lebih menarik perhatianku terus. Yang membuat diriku tertarik padanya adalah pakaian sekolah SMP yang sudah kumuh, serta menggendong karung berisi barang bekas dan menggenggam buku tulis.
Awalnya, aku biasa saja melihat gadis itu. Namun, beriringnya waktu, terbesitlah dalam benakku “ sungguh luar biasa, tanpa rasa malu ia berjalan dengan seragam kumuh, dan karung berisi barang bekas.
“Yaah ! kalau aku pasti malu banget, jika harus seperti dia.celotehku.
Tanpa aku ketahui, ternyata teman-temanku sudah lama menyimpan rasa simpati kepada gadis itu, sebelum aku merasa simpati pada gadis itu.
Aku tidak tahu dia sekolah dimana. Yaah ... karena aku tak pernah bertanya kepadanya. Biasalah efek dari malu. Hehehe.
Kebetulan sekali, Pakde sopyan, sopirku, berhenti disamping gadis itu.
 Tiba-tiba, terbesitlah dalam benakku “ Di sore hari seperti ini, alangkah baiknya aku mengajak dia bermain bersamaku.
“Pakde tunggu dulu ya ! aku ingin mengajak gadis itu bermain bersamaku.” Pintaku pada Pakde.
Akupun langsung membuka jendela mobilku, dan mengajak gadis itu naik kedalam mobilku. Namun, pada awalnya gadis itu tidak mau aku ajak. Untungnya setelah aku rayu secara baik-baik, akhirnya gadis itupun mau untuk menerima tawaranku padanya.
Di sepanjang jalan, aku berbincang-bincang bersama gadis itu. Tanpa memikirkan pakde.
Hai, biar kita lebih akrab, perkenalankan namaku Yumna. Kamu ? “
“Emm... namaku... namaku Aurel. Jawabnya sambil ragu.
“Aurel.. ? Wow, namamu keren juga.
Gadis yang bernama Aurel itu, hanya tersenyum manis saja.
“Oh ya ! sebelumnya aku minta maaf. Aku selalu melihat kamu setiap pagi berpakaian seragam SMP. Tapi, membawa karung yang sudah kumuh dan berisi barang bekas.
“Itu... kak? Itu sebenarnya aku tidak sekolah, tapi aku hanya pergi kesamping sekolah dan mengintip para guru yang sedang memberikan ilmunya pada murid-murid SMP Triguna. Dan itu tanpa mereka sadari.” Jawabnya sambil tersimpuh malu.
Aku hanya terdiam sejenak, sehingga aku tak tahu sampai mana Aurel menjelaskan jawabannya padaku.
“Permisi….
 Gadis itu terus memanggilku, sampai-sampai gadis itu meminta pakde untuk menyadarkanku. Dan yang lebih kesal, Pakde malah mengejutkanku dengan menekan tombol klakson pada mobil yang sedang kami kendarai bersama.
“Huh…, emang Pakde Sopyan ini, kalu mengejutkan orag bisa saja. Aku jadi kaget tau, Pakde.” Ujarku pada Pakde sambil merasa kesal.
“Iya, Non Yumna! Pakde minta maaf ya ? habisan Non ini di panggil sama De Aurel dari tadi. Memangnya Non ada masalah apa ? ”
“Ah, Pakde ini, ya sudahlah tak perlu dibahas.”
****
Hampir saja aku lupa kalau Aurel dari tadi terus memanggilku berkali-kali. Tapi, biarlah tak perlu aku jawab.
Arah menuju rumahku tidak terlalu dekat jika dihitung dari jarak sekolah, tempat aku selalu melihat Aurel. Dan kalau siang seperti ini pasti selalu macet. Oleh sebab itu aku tak bias buru-buru mengajak Aurel tiba di rumhku.
“Non, saya mau di ajak kemana ya?” Tanya Aurel padaku dengan cemas.
“Oh, ya! Aku lupa memberi tahumu, aku akan mengajakmu ke rumahku, di Pondok indah.” Jelasku pada Aurel.
“Non, bukannya itu jauh sekali.”
“Ah kamu ini, jangan panggil aku Non bisa gak? Aku kan masih kakak kelas kamu. Kamu sekarang SMP kan ?”
“Ia, aku kalau sekolah, sekarang duduk di bangku SMP.”
“Perjalanan dari bintaro menuju pondok indah, bukanlah hal yang sangat menyenangkan. Tapi, ini sungguh sangat membosankan sekali. Apalagi kalau di mobil hanya ada aku dan Pakde saja, huuuh itu hal yang sangat aku benci.” Gumamku.
“Hal yang sangat di benci bagaimana?” Tanya Aurel.
“Ya…, ya pokoknya membosankan deh.”
Entah mengapa tiba-tiba terbesit dalam benakku rasa malu, jika kami sudah sampai di rumah. Pasti nanti dia bakal bertanya padaku, kok orang tuamu gak ada? Atau mungkin…, tapi ya sudahlah tak perlu aku pikirkan.
Dua jam telah berlalu, sampai juga di rumahku.
“Ayo turun !” Ajakku pada Aurel.
“Ini rumah Kakak ?” tanyanya dengan takjub.
“Bukan, ini rumah orangtuaku. Aku belum punya rumah, Aurel.“ Jelasku
“Ya ampun, bagus banget kak, tingkat lagi.” Ucap Aurel dengan girang.
“Iya… iya. Ayo masuk cepat !” Ajakku pada Aurel.
“Tapi…, bajuku sangat kotor dan bau, Kak.”
No problem for me. Ayo makanya kamu cepat ikut aku masuk !”
 Dengan hati pasrah, Aurel pun masuk bersamaku.
Tanpa basa-basi lagi aku langsung membawa Aurel menuju kamarku di lantai atas. Dan kebetulan sekali di kamarku ada kamar mandinya, jadi Aurel bisa mandi di kamarku.
Sesampai di kamar, aku langsung meminta Aurel untuk mandi dan mengganti pakaiannya yang sudah kumuh. Dan aku menyiapkan pakaianku untuk baju gantinya.
Kebetulan aku punya banyak baju yang masih baru, jadinya aku bisa memberikannya kepada gadis itu.
Seperti biasa, setiap ada tamu pasti Mbak Inah harus aku beri tugas teerus.
“Mbak….” Panggilku pada Mbak Inah.
“Iya… ada apa Non ?”
“Tolong siapkan makanan untuk tamu ya !” pintaku
“Siap Non. Tapi untuk berapa porsi ya ?”
“Untuk Aku, Tamu, Mbak dan Pakde ajah.”
“Kok Mbak sama Pakde juga..?”
“Sudahlah Mbak bikin ajah ! jangan Tanya lagi ya !” pintaku pada Mbak inah.
“Okay, Non.” Jawab Mbak Inah dengan siap.
Setelah aku meminta tolong Mbak Inah menyiapkan makanan, aku langsung mengantarkan pakaianku kepada Aurel, yang tengah membersihkan badannya.
 Lima menit telah berlalu, aku pun langsung mengajak Aurel turun, untuk makan bersama di Ruang makan.
Kupersilahkan gadis itu untuk duduk di kursi makan, dan aku pun mengajak Mbak Inah dan Pakde untuk ikut serta di meja makan.
Sungguh, aku melihat Aurel sangat lahap sekali ketika makan. Jadi bahagia aku melihatnya. Seandainya gadis ini bisa aku jadikan sebagai adikku. Tapi, ya sudahlah aku tak perlu berangan-angan tinggi akan masalah ini.
 “Makanan-nya enak sekali, Kak.” Ucap Aurel.
Aku hanya merespon perkataanya dengan sebuah senyum saja.
Setelah kami semua selesai makan siang, aku langsung mengajak Aurel bermain di rumahku. Sampai-sampai kami tak sadar, kalau hari sudah mulai senja. Raut wajah gadis yang kini sudah cantik nan anggun itu, dengan gaun merah panjang.mulai merespon rasa khawatir.
“Kak, aku harus pulang.” Ucap Aurel.
“Kamu tidak mau menginap disini?” Tanyaku.
“Tidak, Kak. Aku khawatir pada orangtuaku.”
“Baiklah.”
Aku langsung meminta Pakde Sopyan, untuk mengantarkan aku dan Aurel pulang ke rumah Aurel.
***
Pondok indah menuju bintaro, bukanlahal. main di senja hari. Keramaian kendaraan selalu membuat jalanan menjadi macet total.
“Uuuh…, masih lama Pakde ?” keluhku.
“Tentu saja. Kita bisa sampai malam kalau tidak tahu jalan tersembunyi.” Jawab Pakde sambil tersenyum.
“Ngomong-ngomong, kalau dilihat dari raut wajah Pakde, sepertinya Pakde tahu jalan rahasia itu.” Sindirku
“Oh…, tentu saja Pakde punya.” Jawabnya dengan gembira.
“Ya sudah, lewat jalan tembus itu bisa?”
“Tentu.”
Pakde langsung tersenyum dan memutar balikkan arah menuju jalan rahasia Pakde.
Aku tak tahu jalan mana saja yang telah kami lalui, karena suasana di terik matahari sayu, membuat aku lelah dan mengantuk.
Sepanjang jalan aku hanya tertidur, sampai-sampai aku tak tahu kalau aku sudah sampai di kawasan bintaro.
Pakde langsung membangunkanku.
“Non, ayo bangun ! kita sudah sampai.”
“Emm…, sudah sampai ya.”
Dan aku langsung membangunkan Aurel yang tengah terlelap dalam tidurnya, karena aku tak tahu letak rumahnya.
“Aurel, Aurel. Rumahmu dimana? Kita sudah sampai di bintaro.”
Gadis yang sudah menjadi anggun itupun langsung membaca doa bangun tidur, dan langsung memberi tahuku dimana letak rumahnya.
“Disana rumahku, tapi masih jauh,Kak. Aku turun di sini saja kak.”
 “Mau kah ku antar?”
“Tidak perlu, Kak. Rumahku masuk jalanan kecil.”
“Baiklah.”
Karena Aurel tidak mau aku antarkan sampai rumahnya, akhirnya aku hanya mengantarkannya sampai di depan sekolahku saja.
“Terimakasih, Kak.” Ujarnya sambil tersenyum lebar.
“Sama-sama. Dadaaah, aku langsung pulang ya.”
“Hati-hati, Kak.”

Pakde pun langsung tancab gas, yaaah supaya kami bisa cepat sampai kembali di rumah, sebelum malam tiba.
Sebelum kami sampai di rumah, aku menemukan sebuah buku kecil. Berwarna pink dan bergambar Hello kitty.
Dengan lancang aku langsung membaca isi buku kecil itu. Setelah aku membacanya, kini aku tahu ternyata itu buku harian mini-Nya Aurel. Dan dari buku itu juga aku bisa tahu isi hatinya yang paling tinggi. Bahwa ia sangat ingin sekolah seperti yang lainnya. Namun, ia tak punya biaya untuk itu karena keterbatasan ekonomi.
Sungguh aku sangat terharu melihat catatan itu. Dan sampai di rumah aku langsung membawa buku kecil itu ke dalam kamarku.
***
Seperti biasa, tempat bermainku di rumah adalah kamar. Ya kamarlah yang kini menjadi tempat favorite-ku. Semenjak orangtuaku selalu berangkat kerja sebelum aku bangun, dan kembali pulang selalu jam 20.00 WIB. Tapi, terkadang mereka suka larut malam.
Setiap hari aku selalu di temani oleh Handphone dan laptop saja. Ya supaya aku tidak merasa bosan ajah di rumah. Heheheh.
Setelah aku sampai dikamar, aku langsung membersihkan badanku dan langsung melaksanakan salat magrib dan isa. Entah mengapa setelah aku berdoa, tiba-tiba terbesit pikiran dalam benak mengenai gadis bernama Aurel itu.
“Astaghfirullah.  Bagaimana aku bisa menolong dia, ya?” tanyaku dalam doa.” Kalau aku ada di posisi dia, pasti sedih banget. “
“Ah ya sudahlah, nanti aku bicarakan saja kepada orangtuaku. Semoga ajah mereka mau menolongku.”
Tepat sekali, jarum jam telah menunjukan pada pukul 20.15 WIB. Aku mendengar suara gerbang rumah terbuka. Aku langsung menghampiri jendela kamarku, untuk mengintip apa benar itu orangtuaku. Kubuka gorden putih, pajang ini. Dan ternyata memang itu suara kendaraan milik orangtuaku.
Aku pun langsung menghampiri meja tempat belajarku, untuk mengambil ponselku. Tanpa basa-basi aku langsung memberi pesan pada orangtuaku, kalau aku perlu berbicara dengan mereka.
Dan satu jam telah usai. Ku dengar bunyi pesan di Handphonepku.  Ku baca, ternyata itu dari Ayah.
“Kamu cepat turun, Ayah dan Mamah menunggumu di ruang keluarga.” Begitulah balasan Ayah untuk pesanku.
Dengan semangat, aku langsung keluar kamar, dan turun menuju ruang keluarga.
“Mah, Yah…, aku mau bicara deh.” Ucapku tanpa basa-basi lagi setelah sampai di ruang keluarga.
Mamah pun menjawab, “sini duduk di samping Mamah.” Sedangkan Ayah, hanya asyik dengan menatap layar televisi.
“Ada masalah apa, Na.” Tanya Mamah padaku.
“Gimana ya, Mah ? Mah, aku punya temen tapi bukan yang biasa aku ajak main ke rumah.”
“Terus?” Tanya Mamah
“Aku boleh minta uang, Mah ?” tanyaku
“Untuk apa?”
“Untuk…, untuk membantu temanku sekolah di SMP.”
“Memang temanmu tidak sekolah?”
“Mah, jadi ceritanya. Dia itu ingin sekolah tetapi orangtuanya tak punya biaya untuk menyekolahkannya.” Jelasku.
Mamah hanya terdiam saja. Dan entah sedang memikirkan apa.
Tiba-tiba Mamah balik bertanya kembali. “ Apa temanmu pintar?”
Pertanyaan Mamah membuat aku terkejut dan membuat mulutku terpikat dalam penjara, sehingga entah apa yang harus aku katakana pada Mamah,
“Mmm…, entahlah, Mah. Tapi aku yakin gadis itu pintar sekali. Karena aku selalu melihat dia semangat belajar. Sampai-sampai dia menyelinap di belakang sekolah, hanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.” Jelasku.
“Oh…, ya sudah kamu bilang saja sama Ayah.” Pinta Mamah.
Dengan segera aku langsung menghadapkan badanku menuju arah tempat duduk Ayah.
“Yah…., Ayah baik deh.” Gombalku pada Ayah. Yaaah biasalah biar bisa di kabulin permintaanku.
“Apa lagi ? kebiasaan ya, kalau ada maunya pasti bertingkah baik.” Cetus Ayah.
Awalnya aku merasa sedih, ketika Ayah menjawab itu. Itu kan sama saja aku tidak baik dong selama ini. Tapi, ya sudahlah.
“Yah, aku mau minta uang”.
“Buat..?” Tanya Ayah
“ Buat bantu temanku. Tapi, aku hanya minta Ayah untuk membayar iuran sekolah dan kebutuhan sekolahnya saja kok. Kalau untuk seragam itu urusan aku nanti”. Jelasku.
Dengan rasa salut yang tinggi, Ayah langsung menjawab. “ Wah, anak Ayah ternyata baik juga ya.”
Aku hanya tersenyum saja ketika Ayah berkata itu.
“Bagaimana, Yah?” Tanyaku kembali.
“Baiklah, tapi ingat ada syaratnya ya!”
Dengan hati berdebar aku lagsung menjawab.” Apa syaratnya, Yah?”
“Gampang kok. Hanya dia harus mendapat tiga besar terus.” Jawab Ayah sambil tersenyum ringan.
Dengan lemas aku menjawab “ Baiklah”.
Setelah Ayah mau menolongku, aku langsung berterima kasih kepada kedua orangtuaku dan langsung pergi menuju kamarku dengan penuh riang.
***
Seperti biasa sekali. Setiap aku bangun tidur, aku tak pernah melihat orangtuaku di rumah. Ya karena mereka sudah berangkat kerja.
Dan hanya Mbak Inah dan Pakde Sopyan lah yang selalu membantuku dari pagi sampai larut sore. Dan karena itu juga, aku merasa Mbak dan Pakde itu sebagai orangtuaku juga.
Sebelum aku memanggil Pakde untuk mengantarkanku sekolah. Pakde selalu sudah stand by di dalam mobil.
Selama di perjalanan, aku berharap nanti bisa bertemu dengan gadis yang tengah berangan tinggi itu.
Sebelum aku sampai di sekolah, aku merasa ponselku bergetar. Ku raba ponsel di saku bajuku, dan ternyata itu dari Ayah.” Yumna, nanti siang Ayah akan transfer uang ke SMP Triguna, yang dekat sekolahmu. Dan kamu nanti sebelum pulang, harus minta formulir siswa baru ya! Sama jangan lupa juga buat sekalian kamu ambil buku paket dan lks untuk belajar temanmu.”. begitulah isi dari pesan Ayah.
Aku hanya menjawab” Siap Bos” dengan hati bahagia.
Sampai di sekolah, aku langsung berlari menuju kelasku dan langsung menghampiri teman-temanku yang tengah berkumpul di meja ke dua samping kanan.
“Hai, lagi pada apa nih ?” Tanyaku.
“Apa sih…, kamu kepo deh, Na.” jawab Eli dengan ketus.
“Ya sudah.” Ketusku.
“Hai, kawan. Ada info Hot nih”. Ucapku.
“Tentang…?” Tanya Putri Amalia.
“Aku sudah minta tolong kepada orangtuaku, kalau aku minta untuk mereka memberikan biaya sekolah teman baruku.” Jelasku.
“Teman baru?” Tanya Eli.
“Ya. Dia gadis yang selalu membawa karung kumuh dan berseragam kumuh pula.” jelasku.
“Oh, gadis itu. Kamu kenal dia juga toh.” Ucap Lulu.
“Kenal dong. Tenyata dia berangan-angan ingin bersekolah, tapi ia tak memiliki biaya.” Jawabku.
“Terus, mau ngapain?” Tanya Eli.
Dengan kesal, aku menjawab, “ Pake nanya lagi. Ya, kita bantuin dialah.”
“Oh ya kawan, kebetulan ini kan hari jumat. Dimana hari para osis meminta amal. Bagaimana kalau nanti kita khususkan saja amal itu untuk kita berikan pada gadis yang bernama Aurel itu.” ujarku ada teman-teman.
“Uangnya buat beli seragam dia ajah. Kan orangtuamu hanya membiayai dia iuran sekolah, buku paket dan lks.” usul Putri Ade.
“Ya, Put. Tadi juga maksudku begitu.”
Pembicaraan kami pun selsai ketika bel menunjukan waktu belajar segera dimulai.
 Dan setelah kami semua belajar dua jam di pelajaran pertama. Pak firman, selaku Pembina osis, mulai menghidupkan speaker sekolah, dan meminta ketua osis dan anggotanya menghadap beliau di ruang guru.
Dengan segera kami langsung keluar dari kelas, dan setiap kelompok, maing-masing membawa kotak amal ke setiap kelas.
Dengan cepat pula kami laksanakan amanah beliau.
Kebetulan aku adalah ketua osis di sekolah. Jadi, sebelum menuju setiap kelas, para anggota harus menunggu intruksi dariku.
“Untuk semua anggota, yang telah mendapatkan kelompok. Saya harap kalian nanti memberi info kepada para siswa untuk rela uang mereka di sumbangkan kepada pihak yang sangat membutuhkan.”
Serempak semua anggota menjawab “Siap kapten”.
Dan setelah itu, kami semua langsung berjalan menuju kelas.
Karena kelompok osis sangat banyak, jadi Pembina memberikan durasi untuk kami hanya lima menit saja.
Dan setelah lima menit usai, kami tidak boleh telat untuk kembali lagi berkumpul di lapangan.
Sebelum kami memberikan uang hasil dari bursa amal itu, aku langsung menghadap terlebih dahulu menuju kepala Pembina.
“Pak, kami sudah kumpul.” Ucapku
“Baiklah, untuk apa uang itu?” Tanya Pak firman.
“Tujuan kami kali ini adalah memberikannya kepada gadis pembawa karung, yang bercita-cita untuk bisa sekolah.” Jelasku.
“ Apa cukup?”
“Kebetulan orangtua saya yang akan mengurus biaya gadis itu. Dan kami berharap uang ini kami berikan untuk membeli sergam sekolahnya.”
“Baiklah. Karena kamu yang tahu anak itu, jadi kamu nanti langsung kasih saja ya ke dia. Soalnya Bapak ada rapat hari ini.”
“Baik, Pak.”
Dan aku langsung kembali menuju lapangan, sebelum bel istirahat bunyi.
“Kawan-kawan, Pak Pembina memberi amanah kepada saya, untuk masalah uang ini. Jadi uang ini saya yang memegangnya. Untuk total ini sudah di hitung?”
Serempak pula mereka menjawab “ Sudah, Kak.”
Dan uang itu kini aku yang memegangnya.
Setelah bel istirahat berbunyi. Aku langsung pergi ke ruang tata usaha, untuk meminta lembar formulir. Buku paket dan lks.
“Bu, Ayah saya sudah transfer kan?” Tanyaku.
“Siapa namanya?” Tanya Ibu Sri selaku tata usaha.
“Nama Ayah saya, Fariz Dwi Anggara.”
“Oh, iya. Beliau sudah men-transfernya.”
Dan Bu Sri langsung memberikan formulir, buku paket dan lks.
Aku pun langsung membawa ke tempat parkir khusus mobil, untuk menyimpannya dalam mobil. Karena setelah istirahat ini seluruh siswa akan pulang.
Tepat setelah aku menyimpan buku, formulir dan lks. Aku langsung menuju kelas, dan ternyata sudah bel jam pulang.
Seluruh siswa di kelasku ternyata sudah siap semua untuk pulang, kecuali aku. Dan untungnya semua perlengkapan sekolahku sudah di simpan dalam tasku oleh sahabat-sahabat baikku. Yaaah, jadinya aku bisa langsung pulang.
Sesampai di tempat parkir kembali, aku langsung menuju mobil antar-jemputku.    
“Pakde, tolong antar aku bertemu gadis yang kemarin ya.” Pintaku.
“ Dimana,Non?” Tanya Pakde.
“Di tempat kemarin.”
Akhirnya Pakde langsung menghidupkan mobil dan langsung menuju arah yang aku mau.
Selang waktu tiga menit, gadis itupun datang. Ku lihat ia sedang berjalan dari arah SMP Triguna.
Aku langsung membuka jendela mobil, dan langsung memanggilnya.
“Aurel….” Teriakku.
Ia pun langsung mengalihkan pandangan menuju diriku. Dan langsung menghampiriku.
“Aurel, ini utukmu.” Kataku sambil mengeluarkan selembar amplop yang berisi uang hasil bursa amal tadi di sekolah.
“Apa ini, Kak?” Tanya gadis itu.
“Ini untuk kamu beli seragam sekolah. Dan ini untuk belajar kamu. Dan ini formulirnya, nanti kamu isi ya !” jelasku.
Dengan tersenyum, ia meneteskan butiran benig yang terjatuh pada pipinya.
“Sungguh?”
“Ia. Besok kamu kasih formulir ini, dan uang itu kamu belikan untuk seragam. Jadi lusa kamu sudah bisa sekolah.” Jelasku.
“Alhamdulillah. Terimaksih, Kak.”
Dengan tersenyum, ku jawab “ Sama-sama, De.”
Dan ia pun langsung berlari menuju jalan kecil, arah rumahnya.
Sungguh bahagia aku rasanya, ketika melihat orang lain sangat bahagia.

The End

0 comments:

Post a Comment

 
;