Thursday, October 23, 2014 0 comments

puisi berjudulHijab


Kehadiranmu sangatlah aku nantikan
Kelembutanmu sangatlah aku rindukan
Meskipun aku baru mengenalmu
Meskipun aku baru bisa hidup bersamamu
Hijab… kau adalah selembaran kain yang sangat berharga
Kau adalah selembaran kain yang sangat mulia
Kau selalu ikhlas menjaga mahkota seorang wanita
Dan kau selalu patuh kepada tuanmu yang selalu bersamamu
Hijab… kau sangatlah berarti
Kau tak pernah lelah dan letih menjaga mahkota seorang wanita
Kau sealalu ikhlas terlanda hujan, dan terik matahari
Dan itu semua hanyalah… karena kau ikhlas mengabdi… hijab
Hijab.. sungguh aku bangga padamu
Karena engau selalu ikhlas mengabdi pada siapapun
Yang ikhlas bersamamu demi menjaga mahkota terindah
Yang dimiliki seorang wanita
Hijab… aku hanya bisa mengatakan terimakasih kepadamu
Dan aku hanay bisa menjagamu
Tapi… maaf, aku tak bisa menolongmu

Dikala kau terluka dan teruji.
Tuesday, October 21, 2014 0 comments

puisi berjudul kawan

aku rela untuk menolongmu
aku rela melepaskanmu dari kurungan itu
dan aku bahkan rela kau besitkan luka
dalam hati dan jiwaku
kawan...
seharusnya aku marah padamu
tapi aku sadar dan mengerti
keadaanmu saat itu
yang sedang sedih dan kecewa
kawan....
kau tak tahu seberapa sakit lukaku
hingga kau hanya menatapku
dan singgah d tempatku
hanya untuk bernyanyi dan menari di atas penderitaanku
kawan... puisi ini menjadi saksi atas rasa perih jiwaku
tapi... kawan, aku bukanlah orang yang hebat sepertimu
aku hanyalah insan yang hanya bisa menahan amarahku
ketik amarahku singgah dalam hawa nafsuku...
kawan..
thank befor for you
because you have made ​​me stay patient in my mind
Friday, October 17, 2014 0 comments

CERPEN yang judul "JEMBATAN HATI"


Sore itu, Aku dan Nana temanku selalu bermain di taman jembatan merah. Entah mengapa taman ini disebut taman jembatan merah? Ah,  Walaupun taman ini tak seindah taman lainnya tapi aku sangat senang bermain disini bersama Nana. Jembatan merah yang lurus dan tinggi, di hiasi oleh kelap-kelip lampu hias yang mungil, dan ditemani oleh danau yang begitu indah untuk dipandang. Membuat kami selalu ingin bermain di jembatan merah karena di sinilah kami selalu menuangkan kegembiraan dan kesedihan.
Kulihat Nana sedang asyik dengan laptop-nyadi kursi  taman dekat jembatan merah, setelah kami foto bersama tadi di jembatan. Apa Nana sedang mengedit koleksi foto tadi? Pikirku. Tapi, ya sudahlah, aku pun langsung duduk di samping Nana, dan ternyata ia sedang meng-upload foto kami di facebook-nya. Setelah di upload, aku langsung mengajaknya ke jembatan merah yang berdekatan dengan tempat duduk yang baru saja kami tempati.
“Nan, ayo ke jembatan lagi, yuk?” ajakku pada Nana. “Ia sebentar, yah, Dzeries si jembatan merah,” jawab Nana sambil tertawa meledekku. Nana pun langsung menghampiriku yang tengah berdiri di jembatan sambil melihat keindahan danau yang begitu bening. Tak terasa hari sudah semakin senja, aku dan Nana langsung pulang dengan mengendarai sepeda motor matic-ku. Kebetulan rumah kami berdekatan.
Kukkuruyuuuk....” Pagi hari disambut nyanyian ayam milik tetangga, yang setiap pagi selalu membuat para insane terbangun dari tidurnya.
Heemm.... masih ngantuk,” berguman kecil melihat jam mungil di mejaku.
Aku pun langsung salat, mandi, dan bersiap untuk sekolah. Sekolahku lumayan jauh oleh sebab itu, aku selalu berangkat pagi. Seperti biasa Aku selalu berangkat bersama Nana, karena sekolah kami sama.
“Assalamualaikum, Bu. Aku pergi sekolah dulu yah?” setelah ibu menjawab salamku, aku langsung tancap gas untuk ke rumah Nana.
“ Nana, Assalamualaikum?” namun, tak ada jawaban.
Ku coba menelepon  Nana, ternyata handphone-nya mati. Tak lama orangtua Nana pun keluar dan berkata.
“Ries, Nana sudah berangkat dari tadi pagi. Memangnya tidak bersama kamu, Ries?” tanya orangtua Nana pada ku.
“Oh, sudah berangkat Bu,” Jawab ku dengan singkat sambil melemas setelah mendengar jawaban orang tua Nana.
 “Ya, sudah, Bu, aku pamit dulu yah.”
“ Ya, hati-hati.”
Aku tak menjawabnya. Sepanjang jalan, aku terpikir dengan Nana. “Mengapa dia tak memberi tahu ku?” Aku dan Nana sudah bersahabat dari kecil, dan aku tak pernah mengalami kejadian seperti ini selama bersama Nana. “Ya, Allah, semoga baik-baik saja dengan Nana,” doa ku dalam hati sambil mengendarai motor pribadiku.
Sampai di sekolah, Aku lihat Nana, namun dia tak sedikitpun menegor dan berkata apapun padaku. Ia terdiam dan membuatku bisu, sehingga terbesitlah pikiran negatif dalam diriku.
“Nan, kok kamu berangkat duluan?” Tanyaku dengan pelan.
 Pertanyaan ku bagaikan omongan tak berarti, Nana mendiamkan pertanyaan ku.
 “Heemm... ya sudahlah. Mungkin ada masalah dengan Nana.” pikirku dalam hati.
Sepanjang pelajaran kami membisu, tak ada satu kata pun yang terucap. Baru kali ini aku seperti ini, terdiam dan terdiam. “Uuh, membosan kan. Tapi, jika aku bertanya lagi pada nana percuma saja’’ pikirku. Aku pun langsung ke kantin tanpa sahabat terbaikku, kulihat keramaian kantin namun tetap saja Aku teringat pada Nana. Ku coba telepon, namun handphone-nya masih tak aktif. Hal ini membuat Aku tak sadar kalau Aku telah meneteskan butiran air mata ku ini.
“Ya Allah, separah apakah hal ini, sehingga membuat ku tak sadar telah menangis? Apa nana marah pada ku? Tapi karena apa, ya Allah?”
 Ku coba masuk kedalam kelasku walau terasa berat kaki ini untukku langkahkan. Terlihat Nana terdiam saja. “Ya, sudahlah mungkin Nana tak ingin berbicara dulu padaku.” pikirku sambil menenangkan hati.
Kini aku baru sadari, ternyata Nana ada masalah denganku. Sudah dua hari aku tak bersama Nana, ku lihat account-nya pun gak online. Terasa sepi hari-hari ku dan begitu membosankan. “Lebih baik aku pergi ke taman saja, semoga saja ada Nana di sana”. Pikirku dalam hati. Sampai di taman ku lihat Nana sedang di jembatan sambil menggenggam handphone miliknya. Tanpa pikir panjang aku bergegas menemuinya.
 “ Nan, kok kamu diam ajah sama aku?” Nana tak menghiraukan pertanyaanku. Ia langsung pergi meninggalkanku.
 “Aku kecewa padamu!” Sambungnya singkat
 “Why...?” Tanyaku sambil berteriak.
Ia tak menjawabku. Tak lama terdengarlah suara laguhandphone-ku “ku pendamkan perasaan ini, ku rahasiakan isi hati ini...” ternyata one messenger dari Nana, ku baca isi pesan itu. “Ries, aku gak nyangka kamu khianat pada ku. Kamu bilang apa yang menjadi rahasia ku akan kau simpan begitupun rahasia mu yang harus ku simpan, tapi mana buktinya? Aku benar-benar kecewa sama kamu” aku semakin heran dengan perkataan Nana yang seperti itu.
“Apa maksudmu, Nan? Aku sama sekali gak mengerti dengan SMS mu itu.” SMS balasan ku kirim.
Aku langsung menelepon Nana dan berkata tanpa salam.
 “Nan, aku gak ngerti maksudmu. Kamu marah dengan tiba-tiba tanpa alasan yang pasti, apa yang kamu maksud aku gak amanah, aku khianat, sejak kapan aku seperti itu sama kamu? Dari dulu kita udah sahabatan masa kamu gak tahu sifat dan karakter kita satu sama lain?”
 “Ries, kamu jangan pura-pura deh” jawab Nana dengan marah padaku.
Kamu jangan salah paham begini Nan, coba kamu ceritakan masalahnya seperti apa, supaya kita tak saling salah paham. Nan, baru ajah pak guru bilang kemarin, “Jagalah persaudaraan kalian, orang non-muslim saja bisa menjaga tali persaudaraannya mengapa kalian sebagai penganut islam tidak?” jawab ku pada Nana dengan santai.
 “Ya, aku inget. Tapi kamu seharusnya jaga rahasia aku, kalau aku lagi suka sama orang lain dan kenapa kamu menjelekkan nama baik aku sama orang yang aku sukai?” tanya Nana dengan emosinya.
“Nan, jujur besok hari ketiga kita seperti ini, dan aku gak mau cuma gara-gara hal ini kita jadi dosa, nanti aku tunggu kamu di taman. Sebenarnya aku tak berkata seperti itu, sejak kapan aku punya nomor laki-laki pada handphone-ku selain saudara dan ayahku? Bagaimana Aku bisa memberi tahu orang lain, teman sekolah pun Aku tak punya selain kamu.” jelas ku padanya.
 “Ia, tapi...” Aku pun langsung memotong pembicaraan Nana.
 “Tapi apa? Tapi Kamu tak percaya padaku? Apa harus Aku mengatakan sumpah karena Allah?” tanyaku sambil menangis di atas jembatan merah.
”Ries, kamu nangis?” tanya nya dengan perlahan.
Namun Aku tak menjawab nya, dan Aku pun langsung mematikan teleponku. “Untuk apa Nana tahu aku menangis, sekarang dia bukan yang dulu lagi. “Ya, Allah siapakah yang tega membuat kami seperti ini?” tanya ku dalam hati.
Satu jam telah usai, aku berada di taman ini. Sebelum aku pulang, terdengarlah suara perempuan yang ku kenali.
 “ Ries, maafin aku ya. Kemarin aku salah sama kamu, sangka ku Rara benar kalau kamu mengatakan semua pada orang yang ku sukai”. Namun aku tak menjawab perkataannya, karena aku sudah tak kuasa menahan kesedihan ini.
Ries, kamu nangis? Ries jawab aku dong.” kata Nana sambil membalikkan badan ku ke hadapannya.
Ku lihat wajah Nana, betapa berbinar matanya ketika mehanan tangisannya.
“Ya Allah, Aku tak kuasa melihat kejadiaan ini” bisikku dalam hati sambil memeluknya dan menangis terharu.
Dan kami pun saling bermaafan, layaknya sahabat seperti semula di tempat dimana Kami mencurahkan kegembiraan, kesedihan pertengkaran dan perdamaian Kami. Jembatan merah, ya jembatan inilah yang kini sangat bersejarah bagi ku. Kini Aku merasa jembatan ini bukan jembatan merah. Tapi, ini adalah JEMBATAN HATI.
Kini, kami menjadi sahabat layaknya sahabat seperti semula. Nan, masalah yang terjadi bukan lah dari harapan kita. Melainkan itu adalah godaan dari syaiton yang ingin membuat persahabatan kita hancur berantakan. Dan bukan juga gara-gara Rara.” Kata ku sambil menggenggam tangan Nana. Nana pun menjawab dengan begitu bahagianya. “Ries, aku senang sekali kamu tak marah pada ku lagi.”
“Untuk apa Nan? Toh sekarang kamu juga udah gak ngambek lagi sama aku. Mungkin apa yang di katakan Rara itu padamu hanya sekedar main-main saja” jawabku pada nana dengan penuh senyum.
Main-main bagaimana Ries? Kamu terlalu baik sama orang, jadinya kamu kaya gini nih.” Tanya Nana sambil heran padaku.
“Ya... sudahlah. Tak perlu kita bahas lagi masalah ini. Sekarang aku mau kamu main ke rumahku naik kendaraan berkaki dua, berwarna hijau milikku ini.” Ajak ku pada Nana.
 Tanpa basa basi Nana pun langsung menganggukkan kepalanya dengan begitu bersemangat. Seperti biasa, aku sangat senang mengendarai matic-ku ini dengan kecepatan 40 km per jam. Satu jam telah berlalu, kami pun sudah tiba di halam rumahku yang sejuk dan indah, yang di penuhi beberapa pohon yang Aku sukai dan tanaman hias, kesukaan Ayahku.
 “Assalamualaikum.” Salam kami berdua kepada Ibu ku sambil membuka pintu rumah ku. Walaikumsalam” jawab ibu pada Kami. Sebelum ibu bertanya pada ku, aku langsung mengajak lari Nana untuk masuk ke dalam kamarku yang letak nya di lantai atas. “Nan, kamu harus bantu aku. Karena aku lagi bahagia sekarang.” Pinta ku pada Nana.
Nana tak menjawab apa-apa selain anggukan kepalanya. Dan aku pun langsung mengambil patung pinguin ku yang berisi uang tabungan ku. Begitu semangatnya aku langsung memecahkannya dan menghitung uang itu.
“Alhamdulillah, uang yangku tabung dari awal bulan, kini telah mencapai tujuanku” kataku dalam hati.
“Ibu, ini ada amplop buat Ibu. Semoga ibu bangga padaku, sahabatku, dan orang tua Nana”. Kata ku sambil tersenyum pada Ibu.
 “memangnya ada apa dengan Nana dan ibunya?” Tanya Ibu.

“orang tua Nana, yang telah mengajarkanku untuk Aku bisa menabung dan bisa membantu Ibu seperti ini. Yah, walaupun tak seberapa bu.” Jelas ku sambil memberikan seyuman bahagia padanya. “hem... bagaimana kalau nanti malam kita ke rumah Nana. Ibu ingin bersilaturahim pada keluarga besar Nana.” Ajak Ibu padaku. Tanpa pikir panjang aku pun langsung mengatakan “iya” pada Ibu. Dan semenjak itulah, kini hubungan persaudaraan antara keluargaku dan keluarga Nana  semakin dekat.
 
;